Hari itu, kawan-kawan sekelasku yang
berjilbab rapi mengajakku untuk bersama-sama shalat dhuha di masjid sekolah.
Sungguh, pengalaman yang sangat luar biasa, mendirikan shalat sunnah di sela
waktu istirahat tiba. Perlahan kedamaian menelisik memasuki rongga dada.
Hari-hari berikutnya aku merasa nyaman
berada diantara mereka, remaja yang penuh semangat mengenal Tuhannya. Salah
satu dari mereka mengajakku untuk ikut serta memainkan sebuah peran dalam
sebuah pementasan teater. Teater ini
akan dipentaskan saat pengenalan ekskul sekolah bagi siswa baru. Selepas pulang
sekolah, kami menyempatkan untuk menggelar latihan di masjid sekolah. Aku dan
teman-teman baruku ini belum bisa latihan dengan baik.
***
Cermin besar itu aku pandangi, beberapa
menit lagi MC akan memanggil ekskul ROHIS. Pakaian serba hitam menjadi kostumku
kali ini, lengkap dengan saripohatji putih menutupi wajahku. Ingin tertawa aku
melihat diriku sendiri. Seharusnya kaos tim basket yang aku kenakan. Lima orang
berpakaian sama sepertiku, enam orang lainnya berpakaian serba putih.
Saat
langit berwarna merah saga
Dan
kerikil perkasa berlarian
Meluncur
laksana puluhan peluru
Terbang
bersama teriakan takbir
…
*Shoutul Harokah
Empat orang membentangkan kain merah, melakukan
beberapa putaran sambil diiringi lagu Merah Saga. Aula berubah hening, semua
mata memandang penasaran apa yang akan ditampilkan ROHIS kali ini? Kemudian,
pasukan serba putih memasuki arena pentas. Terpancar senyum yang melelahkan,
bahkan ada beberapa orang yang dibantu untuk berjalan. Seberkas darah tampak
pada lutut kanan dan dahinya yang berkeringat. Mereka tampak sedang
beristirahat melepas lelah dan gelisah.
Namun, tiba-tiba beberapa pasukan
berpakaian serba hitam dengan wajah yang amat putih karena ulah saripohatji,
berlari mengepung pasukan Palestina.
Ketika
Yahudi-yahudi membantaimu
Merah
berkesimbah di tanah airmu
Mewangi
harum genangan darahmu
Membebaskan
bumi jihad Palestina
…
Tak ada lagi waktu melepas lelah, semua
kini telah bersiap siaga dengan sisa tenaga yang masih menyala-nyala. Hadirkan
Allah dalam setiap tetesan keringat yang mulai mengucur merah. Pemuda-pemuda
dan anak-anak Palestina tak mau ketinggalan, melemparkan kerikil yang yang
melesat bagai peluru tercanggih di dunia.
Sejenak aku teringat kisah burung
Ababil yang juga melemparkan batu-batu panas dari neraka untuk mencegah pasukan
Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah.
Aku menyerang salah satu penduduk
Palestina, seorang ibu yang merintih kesakitan setelah pura-pura aku tendang.
Ah, sungguh kejam Yaudi laknatullah. Sesungguhnya, tak sudi aku mengambil peran
ini. Kulihat temanku yang sedang berperan menjadi sang ibu, meneteskan air
matanya, serasa benar adanya. Terbayang, kaum hawa di Palestina, pasti mereka
tak luput dari kekejaman zionis.
Tak sadar, air mataku ikut meleleh.
Tapi aku harus tetap memasang wajah garang, berlainan dengan kalbuku. Wahai
saudaraku di Palestina, sungguh aku berdo’a untuk keselamatan kalian, semoga
selalu dalam lindungan dan kasih sayang Allah.
Pementasan teater diakhiri dengan lagu
Rabithah dari Izzatul Islam
Sesungguhnya
Engkau tahu
Bahwa
hati ini telah berpadu
Berhimpun
dalam naungan CintaMu
Bertemu
dalam ketaatan
Bersatu
dalam perjuangan
Menegakkan
syariat dalam kehidupan
Kuatkanlah
ikatannya
Kekalkanlah
Cintanya
Tunjukillah
jalan-jalannya
Terangilah
dengan CahayaMu yang tiada pernah padam
Ya
Rabbi bimbinglah kami
…
Senandung yang indah, merdu dan
terkandung makna luar biasa disetiap kata-katanya. Serupa do’a untuk jiwa ini
yang telah lama tandus. Mata ini mengembun, dan jatuhlah air ditepi mataku,
mengalir pada pipi saripohatji. Ah,
kapan terakhir aku mengurai air mata ini untuk Rabbku yang amat dekat, untuk
saudaraku di Palestina. Tepuk tangan penonton menyadarkanku kembali, tapi kubiarkan
lelehan dipipi ini. Kami pun mengakhiri dengan salam penuh takzim kepada seluruh
penonton yang menyesaki aula. Sambil berlalu, kulihat beberapa penonton,
menyeka air matanya yang terlanjur jatuh.
Kini aku tersadar…
Allah berikan peran dalam pementasan
teater ini untuk menyentilku yang masih saja sibuk dengan aktifitas keremajaan
yang kurang bermanfaat. Aku masih
bermain-main dengan waktu, yang terasa kosong dalam relung jiwaku yang masih
labil. Tapi Aku yakin Allah, mencintaiku, sehingga Dia akhirnya menepikan aku
di tengah-tengah sahabat ROHIS ini, sahabat baruku. ROHIS yang ternyata menaruh
perhatian besar pada saudara-saudara di Palestina. Masya Allah, kemana saja aku
selama ini?...Kontemplasi.
Aku telah mengenakan kain kerudung
semenjak kelas satu, tapi begitulah, aku malah jauh dari nilai-nilai Islam. Ekskul
Basket Aku jalani saja. Kerudungku hanya topeng semata. Allah kemudian
memanggilku melalui indahnya berkawan dengan anak-anak ROHIS. Hari-hariku kini
berubah, aku temukan cahaya pelangi indah Islam, ukhuwah dan nikmatnya
beribadah. Aku putuskan untuk memilih jalan ini. Bergabung dengan
sahabat-sahabat terbaik yang mengingatkanku pada Allah dan Rasulullah.
Mentoring selalu jadi agenda yang aku
nantikan, momen dimana aku mulai melangkah,meniti jalan Cahaya ini. Perlahan
kuperbaiki sikap, penampilan dan tutur kataku. Semakin bersemangat mencari
ilmu. Di sini kami saling mengingatkan, saling menguatkan dan saling berbagi
kasih sayang.
Indahnya sebuah organisasi adalah
ROHIS, dimana remaja sepertiku mulai mengenal pembagian tugas dan menikmati
tugas yang mempunyai tujuan yang jelas. Ini kali pertama aku merambah dunia
organisasi. Semakin aku meninggalkan sikapku dulu yang terasa dingin, kaku dan
acuh terhadap sekitar.
Di sini, di ROHIS, aku temukan diriku. Mengemban Divisi
Mading, kemudian mengajakku untuk terus berinteraksi dengan berbagai macam
buku, narasumber dan membaca lingkungan sekitar. Kata Ibu, aku mulai terlihat
ceria dan mempunyai sikap terhadap apapun, belum lagi ibadahku yang perlahan
mulai nampak indah di mata ibu, semoga indah pulah di Mata Allah SWT.
Begitulah diriku mengenal organisasi
ini. Ekskul yang tak pernah bisa kulupakan meski telah lama menjadi alumni
putih-abu. Setiap mampir, bertemu adik-adik ROHIS, aku selalu menceritakan
kecintaan dan kerinduanku pada organisasi ini. Beruntunglah mereka, karena
orang-orang pilihan saja yang mampu bertahan di sana.
Sami el Syarifah
Oktober 2012
Nama : Imas Saripah
Nama Pena : Sami el Syarifah
Asal Sekolah : Alumni ROHIS SMKN 3 Bandung
Aktivitas : Mengajar di PG-TKIT AL FITRAH
Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar