Senyum
mentari masih bisa kuintip dari balik jendela Laboratorium Fisika Dasar ,
tak seperti Ibu Dosen Praktikum yang tak menampakkan senyumnya hari itu.
Terasa sekali beliau sangat berbeda dengan pertemuan sebelumnya yang sangat
ramah. “Pasti ada sesuatu” pikirku. Aura kebekuan nampak dirasakan pula oleh
seisi kelas yang berbalut jas lab putih.
Dari
sudut kanan bangku paling belakang aku terus memerhatikan setiap gerak Bu
Dosen. Peralatan praktikum GLB dan GLBB di hadapanku tak sedikitpun mengalihkan
perhatian. Paling enak pekan kemarin karena aku duduk di bangku paling depan,
meja praktikum “Elastisitas”, aku bisa dengan mudah menyimak arahan dosen.
“Laporan anda semua salah, salah dan salah!” ucap Bu Dosen membuka pertemuan
sambil menyimpan setumpuk laporan di atas meja paling depan setengah dilempar.
“Silakan ambil laporan Anda, saya tunggu perbaikannya pekan depan”.
Dua
jam praktikum terasa sangat lama. Hampir tak ditemukan wajah ceria keluar dari
laboratorium . “Teh Nurul, mau kemana sekarang?” tanya seorang teman asal
Ponorogo “ Ke Mesjid, shalat dzuhur disana yuk Mba!” ajakku. Aku ingat sewaktu
SMA kalau ada masalah di sekolah aku pasti lari ke Mesjid, mengadu kepada
Allah, tak jarang teman-teman ROHIS juga menghiburku disana. Sambil berjalan
menuju Masjid kami membuka Laporan praktikum masing-masing.
Kupandangi laporan
“Elastisitas”ku dari judul hingga daftar pustaka tak kutemukan coretan dosen
sedikitpun, aku tak mengerti bagian mana yang harus kuperbaiki. Rasanya aku
sudah berusaha maksimal untuk mengerjakan laporan itu. Pelatihan pembuatan
laporan praktikum fisika dasar di himpunan aku ikuti, slide sistematika laporan
dari dosen berusaha aku pahami.
Buku setebal bantal rela aku baca demi
mendapatkan landasan teori untuk laporan praktikum. Aku bahkan telah
menghitung nilai besaran yang harus dicari dalam praktikum berulang kali.
Aku menangis sejadi-jadinya usai shalat dzuhur di lantai 2 masjid. Aku memang
tak berpengetahuan, aku bahkan tak tahu apa yang harus aku perbaiki.
Fisika,
kabarnya mahasiswa pendidikan biologi tak terlalu suka dengan mata kuliah yang
satu ini. Seorang teman bahkan memilih biologi untuk menghindari fisika.
Hahaha…ternyata bersua pula dengan fisika.
Sewaktu SMA aku suka fisika, dan
sekarang? Aku tengah berpikir ulang untuk tetap menyukainya atau…. Ah, itu
sebenarnya bukan persoalan, masalahnya sekarang adalah bagaimana memperbaiki
laporanku. Kebingungan masih menyelimuti dan entah harus kubiarkan sampai
kapan.
Tiba-tiba wajah adik-adik ROHIS SMA hadir di kepalaku. Ah, besok kan
jadwal bertemu mereka di sekolah, kami biasanya akan berdiskusi
topik-topik seputar agama, trik-trik belajar di sekolah atau bahkan ngarujak
bareng. Kalimat pertama yang biasanya dilontarkan setelah salam adalah “Teteh,
apa kabar?” haruskah kujawab “Galau” haruskah aura kegalauan gara-gara bingung
dengan laporan tetap bersarang hingga esok hari? Bahaya, ini bisa menular ke
adik-adik ROHIS di sekolah.
“Oh,
Ya Allah haruskah adik-adik ROHISku melihat kerapuhan kakaknya? Tolonglah
hamba-Mu Ya Allah” teriakku dalam hati. Aku harus ceria, semangat ketika
berjumpa dengan adik-adiku besok. Melupakan laporan begitu saja tentu bukan
sebuah penyelesaian. Memperbaiki? Hal yang tak mungkin juga aku lakukan
sementara aku belum menemukan letak kesalahannya.
Sebagian teman memutuskan
untuk minta bantuan kakak kelas jurusan fisika yang satu kost dengan mereka
nanti malam. Kalau aku ikut mereka tentu aku harus menginap. Menginap, tentu
juga tak mungkin karena aku belum minta izin orang tua,HP ataupun telepon masih
barang langka di tahun 2000.
Aku tak ingin ayah ibuku kesusahan mencari putri
sulungnya. Birrul walidain, berbuat baik kepada orang tua adalah tema yang
sering juga dibahas di ROHIS. Akhirnya aku memutuskan untuk menemui Bu Dosen,
siapa tahu beliau berkenan menunjukkan bagian laporan yang harus ku perbaiki.
Laboratorium
sepi tapi pintunya terbuka, pasti ada orang didalamnya. Kuketuk pintu sebuah
ruangan yang disekat di dalam lab, “Assalamu’alaikum, boleh saya masuk?”
“Wa’alaikumsalam, buka saja!” sahut Bu Dosen. Aku dipersilakan duduk, “Ya, ada
apa? Kamu anak biologi ya?” tanya Bu Dosen dengan senyum khasnya.
“Betul Bu
saya mahasiswa biologi yang tadi praktikum. Seperti yang Ibu sampaikan bahwa
laporan kami semua salah. Saya sudah membaca kembali laporan saya dan mencari
bagian yang harus saya perbaiki. Maklum Bu, ini laporan praktikum FisDas
pertama yang saya buat, saya kebingungan menemukan bagian mana yang harus saya
perbaiki.” paparku dengan hati berdebar.
“Coba saya periksa” Bu Dosen
memerhatikan laporanku dari awal hingga halaman terakhir, aku menunggu sambil
harap-harap cemas. “Ehm, laporan kamu sudah benar. Laporanmu mungkin terlewat
diperiksa. Silakan mau dikumpulkan sekarang atau bareng dengan yang lain?”
kalimat yang meluncur itu sama sekali tak kuduga. “Nanti saja Bu, sekalian
dengan teman-teman. Terima kasih banyak Bu” akhirnya aku bisa pulang dengan
riang.
Alhamdulillah.
Aku bisa melalui tahun pertama kuliah dengan nilai A untuk Fisika Dasar I dan
II. Tak bisa kubayangkan jika saat itu aku menyerah dan memutuskan lari dari
mata kuliah Fisika tentu ijasah sarjana tak bisa ku kantongi.
Syukurku kepada
Allah yang telah mengijinkan aku menempa diri di ROHIS, belajar
untuk menghadapi hidup, belajar memahi bahwa tak mungkin Allah berikan beban
tanpa pundak (hihi…yang ini sih lirik lagu salah satu nasyid). Alhamdulillah,
ijasah S1 menjadi salah satu bekal untuk mendapatkan beasiswa Magister
Bioteknologi di salah satu PTN di Bandung.
Alhamdulillah,
gara-gara ROHIS ;)
dari Sayembara 100 Tulisan gara-gara Rohis kerjasama Rumah Rohis duet bareng KPP smart syuhada dan flipper magazine
dari Sayembara 100 Tulisan gara-gara Rohis kerjasama Rumah Rohis duet bareng KPP smart syuhada dan flipper magazine
Tidak ada komentar:
Posting Komentar