Sobat ROHISers,(yang bukan
ROHIS jg boleh baca sih J ) ijinkan aku join
buat bagi-bagi cerita yah. Kalo boleh
sedikit flashback tentang masa
remajaku yang udah kelewat jadul (cie…), aku berharap semoga menginspirasi
teman-teman yang lain terutama yang masih mandang sebelah mata tentang ROHIS.
Pengalaman ini ‘sesuatu banget’ buatku soalnya. Yang pasti merubah jalan
hidupku ( ke arah yang lebih baik tentunya). Aamiin. Ok, let’s cekidot…
Aku bukan termasuk remaja kebanyakan yang selalu identik dengan persahabatan
yang diwujudkan dalam gank, selalu
diwarnai dengan nuansa merah jambu, dandan, dll. Aku paling ogah ngumpul-ngumpul sama cewek yang
cuma satu gank.
Aku lebih seneng
kumpul-kumpul sama cowok-cewek yang pintar..(makhlum dulu aku tipe studi
oriented banget).. Udah gitu aku juga anti sama yang namanya pacaran sampe
jalan berduaan. Sueer, aku belum
pernah pacaran, meski waktu itu aku belum tahu kalau pacaran itu haram
hukumnya. Kalau suka sama seseorang, cukup disimpen dalam hati (^_^). Kalo
terpaksa udah mbludak, kutumpahin aja
lewat diary.
Hal ini lantaran didikan dari kedua orang tuaku yang cukup keras,
terutama ibu. Aku bakalan kena murka kalau sampai ketahuan suka sama seseorang.
Ibu juga akan marah kalau aku sampai telat pulang sekolahnya. Sedikitpun nggak
kenal organisasi. Ini terjadi dari SD sampai SMP.
Jadilah aku remaja yang hanya
berkutat pada rumah-sekolah-rumah. Belajar dan belajar saja. Emang sih, ortu juga yang senang dengan
hasil nilai yang membuat mereka tersenyum. Tapi, terus terang, serasa ada dunia
yang kurang. Aku butuh teman berbagi. Buku diary
memang bisa numpahin segala apa yang
aku rasa. Tapi, dia ‘pasif’, nggak
bisa kasih respon. Aku butuh solusi. Ibuku pun tidak bisa diajak berbagi. Baru
kusadari, aku butuh itu. Persahabatan…
Memasuki bangku SMU, awal-awal sekolah aku masih seperti sebelumnya.
Belum punya sahabat dekat. Aku masih enjoy
gabung sama cowok –cewek yang notabene
rame di kelas. Mereka menghibur, blak-blakan
menilai diri apa adanya. Tidak kayak gank
yang kadang ‘kekompakan’ itu serasa dipaksa.
Baru setelah bulan-bulan selanjutnya, aku mulai ‘digiring’ sama kakak-kakak kelasku yang menamakan diri mereka
ROHIS, yang pada pake jilbab lebar buat ngikut
acara yang waktu itu aku masih susah nyebutnya. Semacam kumpul-kumpul pekanan,.
Yupz, mentoring. Tapi, aku pernah
denger juga istilah liqo’ Waktu itu
aku sering salah sebut jadi ‘likuk’ (semacam cemilan dari ketela). Apa
hubungannya coba? Hehe…
Boring, suntuk, ngantukke pol-polan
tiap kali ngikutin acara itu. Cuman duduk melingkar di kursi, kadang juga
lesehan. Makhlum aja, pas kelas X jadwal skulku cukup padet. Bener-bener nguras
tenaga. Itu pas hari jum’at.
Jadwalnya olahraga, pelajarannya berat-berat, trus sore masih ada KJS (Kajian Jum’at
Sore). Aku belum berjilbab. Padahal syarat ngikutin KJS adalah pakaian harus
menutup aurat. So, jadilah hari itu
ranselku selalu penuh oleh pakaian ganti. Belum buku-buku pelajaran. Hadew capek deh…
Siapa sih yang nggak bête? Dengerin
mbaknya ceramah banyak hal. Mana bahasanya kebanyakan arab lagi. Kalau nggak
karna ada “Rujak Party” rasanya pengen kabur aja. Hehe… Tapi, kenapa yah, tiap
mau kabur selalu nggak jadi. Serasa
ada yang nggendoli.. liat mbaknya
pake jilbab lebar rasanya adem gitu. Pengen niru, tapii…
Gak kerasa, setahun berlalu.
Terjadilah apa yang namanya ‘seleksi alam’. Temen-temenku mulai ‘berguguran’.
Tersisa 2 orang. Akhirnya aku digabung sama kelompok lain. Aku makin enjoy sama temen-temen baruku itu. Hari
demi hari, pekan demi pekan, dari jum’at ke jum’at koq aku lama-lama jadi betah ya duduk melingkar. Aku serasa nemu ‘gank’ baru. Gank yang lain dari gank-gank kebanyakan. Mau menerima apa
adanya, saling mensupport, menasehati. Ah, pokoknya serasa saudara. Aku mulai
kenal kosakata baru. Ikhwan, akhwat,
akhi, ukhti, ‘afwan, dll. Aneh
awalnya, sering kebolak-balik, tapi jadi biasa setelahnya.
Dan aku mulai risih berkumpul sama temen-temen cowok di kelas dulu.
Perlahan, sedikit mengurangi interaksi mulai dari nggak mau diajak salaman. Meski
keki, mereka juga jadi nganggap aku
aneh.aku masih belum berjilbab, jadi wajar kalo mereka rada gimana gitu.
Biarlah..
Aku mulai lepas dari diaryku.
Segala ganjalan di hati, kuluapkan ke mbaknya yang tiap pekan membersamai kami.
Meski kadang cuma via surat. Dan dia dengan setia membalas. Sampai suatu
ketika, beliau nanya, “ Dek, sudah ngaji
setahun..kira-kira kapan mau berjilbab? Twewewew…aku cuma bisa nyengir..
Galau.. itu yang kurasakan sejak mbakku itu menodongkan pertanyaan kapan
aku akan pake jilbab?? Apa kata ibu nanti? Oh, membayangkannya saja aku sudah ngeri setengah mati. Pasti ditentang
habis-habisan.
Suasana hatiku semakin tak karuan, terlebih saat kutahu aku terpilih
menjadi pengurus ROHIS ar-Rosyid periode XXV di SMA. Dan posisiku sebagai bendahara.
Sebuah posisi yang paling tidak diminati oleh kebanyakan orang.
Termasuk dalam
tubuh ROHIS sendiri yang tinggal satu jabatan itu yang belum terisi. Terlebih
Ibu yang sangat menentang posisi ini. Alasannya klasik, pegang uang ‘panas’ itu
susah. Seandainya aku tidak amanah dengan jabatan itu nanti orang tua juga yang
akan menganggung akibatnya. Sementara itu, bagiku ini pengalaman pertama
kalinya aku berkecimpung di organisasi dan langsung menjadi PH (Pengurus
Harian)..
Namun, sebenarnya bukan itu masalah utamanya. Sebelumya, aku sempat
menolak ketika ditawari menjadi pengurus ROHIS. Karena saat itu aku belum
berjilbab dan belum ada kemantapan hati akan berjilbab atau tidak. Apa kata
seisi sekolah nanti begitu tahu ada pengurus ROHIS yang belum menutup aurat???
Begitu pikirku. Arg, buntu…
Tanpa sepengetahuanku dan entah atas pertimbangan apa, ada teman satu ‘gank’ ku yang diam-diam mendaftarkanku
sebagai pengurus ROHIS. Begitu diumumkan, aku kelabakan sendiri. Mau nggak mau aku harus berjilbab nih. Dan aku sempat marah besar pada
temanku itu yang tanpa izin memasukkan namaku dalam daftar pengurus ROHIS.
Senin, 21 Juli
2003
Subhanallah walhamdulillah,,,inilah babak baru dalam hidupku yang
akan menjadi sejarah terindah. Ya, hari ini kali pertamanya aku mengenakan
seragam panjang plus jilbab. Sesuatu yang sebelumnya noncent bakal
terjadi padaku. Ternyata ‘hanya’ karena aku terpilih menjadi pengurus ROHIS,
kedua ortuku akhirnya luluh juga untuk mengizinkanku pake jilbab. Nggak nyangka
bener…(teruntuk seorang ukhti…’afwan
jiddan sebelumnya, but jazakillah
khoir sesudahnya atas kebaikan anti…^_^
)
Senang sekali hati ini begitu sampai di sekolah. Banyak mata menatap aneh
denganku yang telah ‘bermetamorfosis’. Namun, yang lebih membuatku haru adalah
bertubi-tubi ucapan, “ Alhamdulillah, baarokillah ya Ukhti. Istiqomah ya!,” dari
mbak-mbak ROHIS dan juga teman-temanku sesama pengurus ROHIS. Dan tak kusangka
pula, ternyata tidak hanya aku saja yang telah berjilbab. Rupanya temen se gank
ku juga pada ikut berjilbab. Alhamdulillah…we ‘re the best gank..^_^
Hari-hari mnempuh kelas XI terasa
semakin nyaman dengan pakaian taqwa ini. Yah, walaupun kuakui masih
‘bongkar-pasang’ tak mengapa. Memang aku berjilbabnya hanya pas sekolah saja,
sedangkan di rumah kulepas. Tak lain, yaitu karena ortu belum membolehkan.
Slow but surely, Ukhti…
Selama menjabat jadi PH ROHIS,
aku jadi keranjingan ke mushola. Padahal sebelumnya jarang. Hanya karena ada
perpustakaan (yang menjadi tempat favoritku) saja, aku mau menyambangi tempat
mungil itu. Aku mulai melahap habis buku-buku, majalah, kaset nasyid, CD , mushaf
terjemahan di sana. Aku bener-bener menjelma jadi musafir yang kehausan.
Tambahan lagi, hobbi nulisku mulai kubelokkan ke ‘jalur yang lurus’ (sebelumnya
hanya beraroma merah jambu mlulu soalnya J). Maka, lahirlah puisi, cerpen dan
tulisan-tulisan lain yang menghiasi mading ROHIS.
Ada satu peristiwa lagi yang membuatku semakin bangga menjadi bagian dari
ROHIS. Waktu itu aku mendapat musibah, jatuh dari sepeda yang membuatku tidak
bisa berdiri bahkan berjalan selama beberapa pekan dan hanya beraktifitas di
atas tempat tidur saja. Setelah didiagnosa, persendian di lutut kiriku geser,
yang menimbulkan pembekakan sehingga tidak bisa menyangga tubuh.
Sehari setelah
kejadian itu, yang pertama kali datang tak lain dan tak bukan adalah
temen-temen se’gank’ ku itu. Aku
serasa jadi ratu, dan mereka dengan setia menjadi ‘pelayan’ku. Padahal aku
tahu, betapa capeknya mereka. Pulang sekolah masih ada rapat,, nyiapin kajian
esok, ini itu… tetapi, mereka selalu siaga tiap kali aku butuh sesuatu.
Sementara ibuku cuma salting. .
hehe..
Tak kalah mengejutkan dengan hari pertama, hari kedua datang rombongan
lebih banyak lagi. Ada tiga andong. Hah,
pake andong?? Rupanya mbakku datang membawa adik-adik kelasku yang kelas X.
Mereka adalah adik-adik mentoring. Aku hanya melongo… sementara gank ku pada cekikikan. Mereka
menyembunyikan kejutan ini dariku ternyata. Subhanalloh,
ukhuwah ini indah sekali…
Dan kini, sekitar 8 tahun berlalu sudah, sejak melepaskan ‘seragam’
ROHIS. Dan satu dekade menyelami indahnya ukhuwah dalam lingkaran itu. Kami
terpencar di belahan bumiNYA, tuk menimba ilmu. Sekarang, kami sudah menjelma
menjadi diri kami yang dulu kami impikan. Mimpi yang sempat ditanya sama mbak
kami. Akan jadi apa kami nanti? Meski kami sadari, sekarang kami menempuh
‘jalan’ berbeda. Tapi, kami selalu tanamkan..bahwa kami masih satu akidah, satu
iman, satu tujuan. Alloh Ghoyatunna…
Di ROHIS…
Ukhuwah ini terlukis.
Indah dengan goresan kanvas iman yang
tak kan terkikis
Oleh rayuan iblis.
Ia yang selalu menyalurkan energi,
dari pesimis jadi optimis.
Mangubah air mata tangis jadi
senyuman manis
Maka, pantaskah jika ia disebut
sarang TERORIS ???
Yang katanya selalu bermuka bengis,
sadis, anarkis…
Huh, aku hanya bisa MRINGIS…(MaRaI
naNGIS)
Special thanks
to:
-
Mbakku (semoga bahagia di JannahNYA. Salam rindu kami
yg masih di bumi ini)
-
Temen-Temen Ganks ku…(ingatlah, ukhuwah ini mengalahkan
perbedaanJ
)
-
ROHIS Ar –ROHIS XXV SMANGAD (SMA NGADiretno) Keep our
ukhuwah…J
Penulis:
Wiwik Sugih Arti
Karyawan BMT Makmur Gemilang Kantor
Kas Ihsanul Fikri, Pabelan, Magelang