Sabtu, 28 Juni 2014
Nasihat buat para suami dan calon suami
Naihat Aa Gym
- Aa Gym : “Barangsiapa yang berwudhu dengan baik, maka dosa-dosanya akan keluar bersama dengan air wudhunya dari seluruh tubuhnya (jasadnya), ia keluar dari bawah kuku-kukunya.” (HR Muslim). Mari kita sempurnakan Wudhu.
- Aa Gym : Jagalah hati, jangan sampai sibuk ingin tahu sesuatuyang tak ada manfaat bahkan hanya membuat hati kita kotor.
- Aa Gym : “Dia bersamamu dimanapun kamu berada” (QS. Al Hadid: 4). Sesungguhnya Allah Maha Dekat, tapi kita merasa jauh karena terhalang oleh banyaknya dosa.
- Aa Gym : Bagi yang masih unya hutang puasa, Mau dibayar di mana hutang puasanya ? Di dunia ini atau di akherat nanti ?”.
- Aa Gym : Bahkan lebaran pun kita tak tau masih hidup atau tidak, jangan sia-siakan detik demi detik Ramadhan ini.
- Aa Gym : Bila ingin memperbaiki orang lain, fokuslah untuk perbaiki diri 3M, mulai dari diri,mulai dari hal yang kecil, mulai saat ini.
- Aa Gym : Orang tersesat saja ditunjuki oleh Allah, apalagi orang yang sungguh-sungguh mau dekat denganNya.
- Aa Gym : Bila melihat air... Kenanglah bagaimana Allah mendatangkan air dari mata air yang jauh setiap hari tak ada seharipun yang luput.
- Aa Gym : Pecinta akherat sangat mementingkan niat, tapi pecinta duniawi tak pedulikan niat tulus atau tidak.
- Aa Gym : "Sesungguhnya orang yang paling dekat denganku pada hari kiamat ialah orang yang banyak membaca sholawat kepadaku." (HR Tirmidzi)
- Aa Gym : "Barangsiapa tidak dapat meninggalkan ucapan dan perbuatan dusta (waktu puasa), makaAllah tidak membutuhkan lapar dan hausnya." (HR Bukhori)
- Aa Gym : Obat galau hanya ada di Dia Yang Kuasa Membolak-Balik setiap hati, semakin jauhdariNya pasti semakin galau dan kacau.
- Aa Gym : Jangan sampai tak kebagian shalat malam, yang tak sempat tarawih ayoo tahajjud.. Dan usahakan baca Alquran agar disayang Allah.
- Aa Gym : Usahakan kita berbuka dengan tajil pemberian orang lain (yang tersedia/ bukan minta) agar beliau mendapatkan pahala shaum.
- Aa Gym : Makin hemat berbicara yang tak manfaat dijamin akan semakin nyaman dan semakin bersih hati dari peluang tergelincir kata.
- Aa Gym : Hati yang galau..pasti tak punya target ibadah yang bagus, hapal Quran dan doa-doa serta banyak zikir plus amal soleh...
- Aa Gym : Makan bukan semata untuk menguatkan tubuh tapi juga menguatkan iman, lihatlah bagaimanaAllah mengumpulkan makanan dari mana-mana dengan mudah.
- Aa Gym : Beruntung yang imam tarawehnya bacaannya panjang, berarti makmum akan dapat pahala yang banyak walau belum hafal, nikmati yaa...
- Aa Gym : Bila kita benar-benar dalam kebenaran yang Allah ridhoi, niscaya hati kita akan tenang danmantap apapun yang terjadi...
- Aa Gym : Disuruh berdoa bukan untuk memberi tahu Allah, namun agar kita selalu sadar bahwa kita adalah hamba yang sangat memerlukan pertolonganNya.
- Aa Gym : Allah Maha Tahu yang kita perlukan lebih tahu daripada diri kita sendiri, karena Dia yang menciptakan keperluan kita, Dia pula yang kuasa mencukupi.
- Aa Gym : Shaum yang sangat penting adalah shaum hati dari bergantung dan berharap kepada makhluk. Cukup hanya kepada Allah saja dijamin tak kecewa.
- Aa Gym : Berangkat umroh/ haji bukan masalah uang, namun undangan Allah, siapa yang diundangNya maka akan diberi jalannya/ syareatnya.
- Aa Gym : "Dengki", susah lihat orang senang, sen, ang lihat orang susah, dia yang zalim tapi dia juga yang sengsara.
- Aa Gym : Yakini semakin kita hutang budi derajat kita akan semakin rendah, maka berusahalah selalu membalas kebaikan.
- Aa Gym : Sahabatku, Alquran adalah karunia tiada banding, bila kita akrab dengannya, hati kita akan tentram, hidup akan jelas, langkah akan mantap, tiap saat penuh berkah.
- Aa Gym : Tawakal...Semakin kuat berharap/ bergantungnya hati ini kepada makhluk, dijamin akan semakin tak tenang, galau, bingung.
- Aa Gym : "Dan apabila ham-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku,maka (jawablah) bahwasannya Aku dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepadaKu." (QS. 2: 186)
- Aa Gym : Ketika kita memperbaiki diri, sesungguhnya saat itupun kita sudah ikhtiar memperbaiki yang lain.
- Aa Gym : Kata yang terucap seperti panah yang melesat dari busur, tak akan bisa dikejar kembali, maka berpikirlah sebelum berkata.
- Aa Gym : Sahabatku, sudah masuk 10 hari terakhir, babak final, Allah Maha Tahu siapa yang bersungguh-sungguh, dan mudah bagiNya menghadiahi lailatul qodar. (Puasa Ramadhan)
- Aa Gym : Kita boleh punya keinginan, tapi keinginan kita belum tentu baik menurutNya, namun bila bersyukur pasti pasti diberi yang terbaik.
- Aa Gym : Jangan ragu-ragu untuk berbuat kebaikan, pasti disaksikan, dihitung dan dibalas dengan sempurna oleh Allah.
- Aa Gym : Menang kalah dalam kompetisi bukanlah hebat, lurus niat dan senantiasa benar dalammenyempurnakan ikhtiar, itulah yang terpenting.
- Aa Gym : "'Aisyah menceritakan : Rasulullah sangat bersungguh pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melebihi kesungguhan beliau diwaktu yang lainnya." (HR. Muslim)
- Aa Gym : Kemenangan sama sekali tak diukur oleh duniawi, karena hal itu dipergilirkan oleh Allah, kemenangan sejati adalah ketaqwaan.
- Aa Gym : Fokus untuk jujur evaluasi diri, akui, sesali, mohonkan ampunan-Nya, sekuat tenaga jangan ulangi, perbanyak kebaikan. Semoga kian bersih.
- Aa Gym : menang kalah duniawi itu hal yang lumrah, yang tak pernah kalah adalah orang yang semakin dekat dan patuh kepada Allah dalam kondisi apapun.
- Aa Gym : "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti hati penerima." (QS. 2: 264)
- Aa Gym : Beberapa hari lagi Ramadhan akan meninggalkan kita dan belum tentu kita jumpa lagi, jangan sia-siakan detik demi detik penuh berkah ini.
- Aa Gym : Bila niat sudah betul, dan ikhtiar sudah benar, walau hasil tak sesuai keinginan, hati akan dibuat lapang dan syukur menerimanya.
- Aa Gym : Berbaiksangkalah terhadap apapun takdirNya...Karena bagi orang yang beriman, Allah akan selalu memilihkan ketentuan terbaikNya.
- Aa Gym : Sahabatku, agar malam ganjil mendapatkan lailatul qodar, hidupkan pula malam-malam genap, Allah Maha Tahu yang sungguh-sungguh di 10 hari terakhir ini. (Puasa Ramadhan)
- Aa Gym : Sahabatku, selamat menikmati hari-hari yang berkahdengan tekad memberi manfaat sekecil apapun yang bisa kita lakukan.
- Aa Gym : Sahabatku, ayo luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar, semata agar kita disayang Allah itu saja kuncinya.
- Aa Gym : "Rasulullah saw bersabda : Sesungguhnya saya memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya sehari seratus kali." (HR. Ibnu Majah)
- Aa Gym : Kita sering sekuat tenaga menjaga agar pakaian, kendaraan tidak kotor. Tapi jarang habis-habisan menjaga agar hati tidak kotor.
- Aa Gym : Bila akan membeli/ memiliki sesuatu pastikan sesuai dengan keperluan dan kemampuan...Bukan sesuai dengan keinginan saja.
- Aa Gym : Salah satu sumber kegelisahan adalah banyak melakukan kesia-siaan. Ayo banyak berbuat yang manfaat untuk sesama umat.
- Aa Gym : Harus luangkan waktu evaluasi diri, seperti bercermin untuk cari yang kurang dan segera perbaiki.
- Aa Gym : Jangan remehkan sekecil apapun kebaikan, karena boleh jadi kecil dalam pandangan kita tapi besar dalam pandangan-Nya.
- Aa Gym : Semakin berharap dari selain Allah, akan semakin resah dan akan kecewa, tapi yang bertawakal kepada-Nya akan tenang dan dicukupi.
- Aa Gym : Bagi yang yakin setiap ketentuan Allah bagi mukmin adalah yang terbaik dia akan menikmati apapunyang terjadi.
- Aa Gym : Jangan pernah putus asa dari rahmat/ pertolongan Allah, teruslah memohon dan sempurnakan ikhtiar pasti tak disia-siakan-Nya.
- Aa Gym : Sebetulnya orang mendapatkan kesan yang mendalam bukan karena hebatnya cerita/ sikap, melainkan karena ketulusan hati.
- Aa Gym : Tegang dan kecewa itu milik orang yang banyak berharap dan bergantung kepada makhluk.
- Aa Gym : "Bersegeralah bersedekah, karena bala tak akan bisa mendahului sedekah." (HR. Imam Baihaqi)
- Aa Gym : Sahabatku, iman memang turun naik, yang bagus turun 2 segera naik 5, jangan sampai turun 5 naik 2, ayo segera evaluasi diri dan segera bangkit.
- Aa Gym : Tak perlu menunjukkan perasaan cinta/ empati dengan sikap yang berlebihan agar membuat orang terkesan, wajar, tuluslah yang menyentuh.
- Aa Gym : Bila kita bersikap tenang, mantap, dan wajar akan sangat membantu menenangkan dan lebih mudah untuk mencari solusi.
- Aa Gym : Sehebat apapun dahwah tak akan bisa memberi hidayah, karena yang kuasa memberi hidayah adalah Allah semata.
- Aa Gym : Pemimpin yang zuhud tak cinta duniawi, akan bisa lebih mudah memimpin dengan adil dan bersih.
- Aa Gym : Bila ingin merubah orang lain, kuncinya adalah wajib merubah diri, bila ingin merubah diri kuncinya bersihkan hati dari penyakit-penyakit hati.
- Aa Gym : Pemimpin yang mengenal Allah dan patuh kepada-Nya, akan banyak mendapat pertolongan-Nya dalam memimpin.
- Aa Gym : Bila memilih pemimpin buat standar kriteria, pilihlah pemimpin bukan dengan standar yang kita suka, melainkan dengan standar yang Allah suka.
- Aa Gym : Barangsiapa yang berani dan bisa JUJUR melihat dirinya sendiri, niscaya tak akan bangga dengan pujian dan tak akan terluka dengan hinaan.
- Aa Gym : Kunci memperbauki orang lain adalah gigih memperbaiki diri.
- Aa Gym : Penghinaan orang kepada kita sesungguhnya jauh lebih sederhana dibanding kehinaan yang sesunguhnya, bila jujur melihat dosa-dosa diri.
- Aa Gym : "Kehidupan prima yang kamu dapatkan adalah dengan kesabaran, andaikata sabar berwujud manusia maka ia merupakan manusia mulia." (Umar RA)
- Aa Gym : Dihina karena jujur, pasti lebih baik dan membahagiakan daripada dipuji padahal tidak jujur, yang pasti tak akan ada ketenangan.
- Aa Gym : Jujur itu lega dan bahagia, jujur itu berkah dan mulia serta jujur itu gerbang jadi ahli surga.
- Aa Gym : "Tidak ada iman bagi orang yang tidak jujur. Tidak ada agama bagi orang yang tidak konsisten memenuhi janji." (HR Ahmad, Bazzar)
- Aa Gym : Ayoo sahabatku jangan sia-siakan berbuat kebaikan sekecil apapun karena tak ada yang kecil dalam pandanganNya bila dilakukan dengan ikhlas.
- Aa Gym : Hidup ini selalu harus memilih. Pilihlah apa saja yang disukai Allah, pasti tak akan rugi, jangan memanjakan nafsu, akan rugi.
- Aa Gym : Ada perbedaan yang harus disikapi dengan tegas namun tak perlu emosional, ada pula yang harus kita sikapi dengan kelembutan dan lapang dada.
- Aa Gym : Sunnatullah ada beragam perbedaan, bahkan diri kitapun terlahir dari orang tua yang jenisnya berbeda, maka harus benar-benar bijak menyikapi perbedaan.
- Aa Gym : Berbaiksangkalah selalu kepadaNya, karena tak ada yang lebih mencintai kitaselain Dia Yang Menciptakan, Yang Memiliki, Yang Mengurus kita setiapsaat.
- Aa Gym : Semakin berani jujur mencari, melihat, mengakui kesalahan diri lalu tobat, niscaya akan semakin dicintai Allah.
- Aa Gym : Padahal setiap kepahitan pasti banyak hikmahnya, selain pahala sabar, juga jadi jalan tobat penggugur dosa-dosa.
- Aa Gym : Sahabatku, orang yang kemana-mana membawa buah-buahan busuk di tas pasti sengsara dan tak disukai. Apalagi yang kemana-mana membawa hati busuk.
- Aa Gym : Sahabatku, kita harus periksa hati, semakin senang dengan penilaian manusia, akan cenderung serba membagus-baguskan "topeng" bukan isi.
- Aa Gym : Diri dihina tak mengapa, tapi kalau Allah dan Rosul-Nya dihina, kemarahan kita akan jadi amalsoleh, sepanjang dilakukan dengan niat dan cara yang benar.
- Aa Gym : “Tidak akan rugi orang yang istikharah, dan tidak akan menyesal orang yang musyawarah.” (HR. Ath-Thabrani). Ayo amalkan dalam memilih pemimpin.
- Aa Gym : “Semua yang ada di langit dan di bumi, selalu meminta kepada-Nya, setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahmaan : 29)
- Aa Gym : “Sebaik-baik umatku adalah apabila berbuat kebaikan merasa gembira, tetapi apabila melakukan keburukan dia beristighfar.” (HR. Ath-Thabrani)
- Aa Gym : “Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik untuk diri sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka kerugian kejahatan itu untuk dirimu sendiri.” (QS. Al-Isro’: 7)
- Aa Gym : Segala sesuatu ada takdirnya, yang penting niat yang lurus dan bersih serta sempurnakan ikhtiar di jalan yang Allah sukai.
- Aa Gym : Orang yang tak jelas goal/ tujuan hidup dan tak fokus, dijamin akan banyak kesia-siaan dan hidup jadi mubazir.
- Aa Gym : Cobalah untuk mendoakan kebaikan dengan tulus kepada orang yang kita anggap menyakiti/ merugikan, rasakan betapa sejuknya hati ini.
- Aa Gym : Kesabaran akan sulit dimiliki oleh orang yang merasa memiliki dan akan lebih mudah dimiliki ketika yakin semua yang ada hanyalah milik dan titipan Allah yang sesaat.
- Aa Gym : Sahabatku, hidup ini selalu harus berani mengambil keputusan, pilihlah apa yang disukai Allahpasti tidak akan rugi.
- Aa Gym : Sahabatku, semakin lega hati ini, maka semakin bisa menikmati hidup, namun bila semakin sempit hati, semakin ribet dan sengsara.
- Aa Gym : Hidup ini ada episode-episodenya, jangan panik, hadapi dengan tenang dan tawakal kepadaAllah Yang Maha Baik.
- Aa Gym : Kewajiban beramar ma’ruf nahi mungkar adalah dengan member tauladan dan mengingatkan dengan berbagai cara yang hikmah.
- Aa Gym : Percayalah, siapapun yang gigih memperbaiki diri karena Allah, pada saat yang sama dia sudah berbuat sesuatu untuk memperbaiki yang lain.
- Aa Gym : Kejadian sepahit dan segetir apapun yang bisa membuka mata hati kita sehingga bisa tahu dan sadar akan kesalahan diri adalah karunia yang besar.
- Aa Gym : Sahabatku, ingatlah bahwa bersama kesulitan Allah telah siapkan kemudahan.
- Aa Gym : Orang yang merasa dirinya ‘korban’ akan sibuk menyalahkan orang lain, daripada sibuk mengevaluasi diri sehingga bisa jadi ‘korban’.
- Aa Gym : Jangan ragukan kebaikan Allah, selama ini kita masih bersikap buruk namun Allah senantiasa menolong kita, apalagi bila berusaha baik.
- Aa Gym : Apabila tergelincir berbuat dosa, segeralah tobat, akui dengan penuh penyesalan, mohonlah dengan sangat agar mendapat ampunan-Nya.
- Aa Gym :Setiap persoalan pasti sudah diukur oleh Yang Maha Adil, sudah sesuai dengan kemampuan kita, ingatlah bahwa bersama kesulitan, Allah sudah menyiapkan kemudahan.
- Aa Gym : sahabatku, apapun resiko yang harus ditempuh, pasti beruntung bila kita gigih memperbaiki diri hanya karena Dia, benar-benar hanya karena ingin cinta-Nya semata.
- Aa Gym : Semakin berharap diberi sesuatu (harta, benda, perhatian, balas budi, dll) dari makhluk, akan semakin galau, tegang dan banyak terluka hati ini.
- Aa Gym : Sahabat, semua terjadi dengan izin-Nya dan pasti sarat dengan hikmah, penuh makna dan ilmu bagi yang eka hati dan bisa menafakurinya.
- Aa Gym : Sahabatku, setiap melakukan dosa/ maksiat bagai menanam ranjau di depan yang pastiakan diinjak sendiri.
- Aa Gym : Sehebat apapun ajakan kebaikan tak akan berdampak bila kebaikan tak nampak pada penyerunya.
- Aa Gym : Hikmah sulit didapat bila perasaan kita sudah terlibat: jengkel, kesal, marah, menghina dan hati sudah menghakimi/ memvonis buruk seseorang.
- Aa Gym : Sabar itu ilmu tingkat tinggi, belajarnya tiap hari, latihannya tiap saat, ujiannya mendadak, sekolahnya seumur hidup, hadiahnya kebahagiaan.
- Aa Gym : Siapapun yang yakin Allah Maha Mendengar, dijamin akan sangat menjaga lisannya, tapi yang kurang yakin akan bicara seenaknya.
- Aa Gym : Fokuslah untuk menerima garisnya masing-masing sambil penuh rasa syukur dan sempurnakan ikhtiar untuk mendapatkan garis hidup yang terbaik.
- Aa Gym : Kalau kita berbuat baik, dan dituduh tak baik, tetap tenang, Allah pasti menyaksikan dan tak akan menyia-nyiakan.
- Aa Gym : Kepahitan adalah pembersih dosa-dosa, seperti seorang ibu yang melihat anaknya sudah mandi tapi masih kotor, maka dibantu dimandikan agar benar-benar bersih.
- Aa Gym : Bila kita niat dan cara kita benar, pasti Allah member ketenangan tak akan risau dengan sikap orang-orang yang meremehkan dan mencela.
- Aa Gym : “Kesabaran adalah akhlak mulia, yang dengannya setiap orang dapat menghalau segala rintangan”. (Imam Syafi’i)
- Aa Gym : Tak ada yang tertukar, tak ada yang meleset. Setiap perbuatan pasti akan kembali kepada dirinya sendiri.
- Aa Gym : Banyaknya keinginan duniawi sering menghilangkan rasa syukur, berarti akan lepas pula karunia-Nya.
- Aa Gym : Sahabatku, ingat hanya kebaikan. Lakukan hanya kebaikan, di hati hanya kebaikan yang tulus, itulah yang akan kembali kepada kita.
- Aa Gym : Jangan mudah celetak-celetuk komentar yang bisa merusak suasana, harus bisa menahan diri, dipikirkan dulu, dirasa-rasakan pakai hati sebelum bicara.
- Aa Gym : Keluh kesah menandakan tak ridho dengan takdir-Nya, padahal setiap takdir bagi orang beriman pasti baik.
- Aa Gym : Berlebihan menilai kekurangan diri, akan menjadi minder, kufur nikmat terhadap karunia-Nya yang melimpah.
- Aa Gym : Kiat agar do’a terkabul, [“Barangsiapa ingin do’anya terkabul dan dibebaskan dari kesulitan, hendaklah ia mengatasi (membantu) kesulitan orang lain.” (HR. Ahmad)]
- Aa Gym : Hikmah hari ini, “Jauhilah yang haram, maka kamu menjadi orang yang paling beribadah. Relalah dengan rezeki dari Allah, maka kamu menjadi orang paling kaya.” (HR. Ahmad)
- Aa Gym : Sahabatku, mari kita nikmati hidup proporsional, bersahaja, wajar, dan lakukan semua ini Lillahi ta ‘alaa bukan untuk penilaian manusia. InsyaAllah berkah.
- Aa Gym : Orang yang mudah tersinggung, akan merusak suasana, ketenangan, dan kebahagiaannya, karena diperbudak kejengkelan/ kemarahannya sendiri.
- Aa Gym : Sahabatku, bila ada yang berbuat baik kepada kita, sebaiknya segera kita balas kebaikannya dengan bentuk apapun yang mampu dilakukan.
- Aa Gym : Jauh lebih melimpah karunia Allah yang bisa kita syukuri daripada sengsara memikirkan yang ‘kurang’ menurut nafsu, sehingga membuat kita kufur nimat.
- Aa Gym : Jangan berbuat baik agar orang hutang budi, berbuat baiklah sebagai syukur kita bisa berbuat manfaat.
- Aa Gym : Kemampuan menghormati/ menghargai orang lain adalah ciri orang-orang terhormat.
- Aa Gym : Jawaban terbaik terhadap kritik adalah gigih memperbaiki diri bukan sibuk berdalih sekedar membela diri.
- Aa Gym : Sahabatku, setiap penghinaan yang membuat kita bisa sadar dan memperbaiki diri jauh lebih baik daripada pujian yang membuat lalai dan lupa diri.
- Aa Gym : Ingat kebaikan orang saja sudah membuat bahagia, apalagi ingat kebaikan Allah Yang Maha Baik pasti sangat bahagia.
- A Gym : Sabahatku, syukuri dan jalani episode apapun yang Allah takdirkan. Jangan ribet oeh keinginan, dijamin Allah akan berikan yang terbaik.
- Aa Gym : Datangnya hal yang tak sesuai harapan/ keinginan kita tapi membuat kita semakin bersimpuh, mendekat, dan bergantung hanya kepada Allah, adalah karunia.
- Aa Gym : Jangan menunggu bahagia baru bersyukur, tapi bersyukurlah terus! Niscaya akan bahagia. Sahabatku, semoga kita menjadi ahli syukur. Amin.
- Aa Gym : Keluh kesah menandakan tak ridlo dengan takdir-Nya, padahal setiap takdir bagi orang yang beriman pasti baik.
- Aa Gym : Lebih baik sibuk mensyukuri karunia yang sudah ada, yang melimpah ruah setiap saat. Sibuk bersyukur akan mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan.
- Aa Gym : Sahabatku, sumber ketenangan, kebahagiaan, dan kemuliaan adalah ketika kita merasa dan menempatkan diri sebagai hamba di hadapan Dia Tuhan semesta alam.
- Aa Gym : Sahabatku, jangan berlama-lama dengan pikiran, keinginan, ketakutan, dan lain-lain, segeralah ‘bungkus’ dan pasrahlah kepada Dia pemilik segala takdir.
- Aa Gym : Membicarakan keburukan orang lain bila benar disebut ghibah, bila tidak benar disebut memfitnah.
- Aa Gym : Pergantian tahun, bulan, minggu, hari sama saja tak ada arti kecuali bagi orang-orang yang sangat sadar akan arti perubahan diri.
- Aa Gym : Mustahil bagi kita untuk dapat jalan keluar, tercapai keinginan yang terbaik atau selamat dari ancaman, kecuali hanya dengan pertolongan-Nya.
- Aa Gym : Penghinaan yang membuat kita bisa sadar dan memperbaiki diri jauh lebih baik daripada pujian yang membuat lalai dan lupa diri.
- Aa Gym : Apapun teryang kita lihat/ dengar/ rasakan adalah ilmu dari Allah agar kita bisa evaluasidan perbaiki diri, agar lebih dekat dengan-Nya.
- Aa Gym : Hakekatnya bukan kita yang menolong melainkan Allah yang menolong dan kita diuji jadi jalan, maka tak perlu merasa berjasa.
- Aa Gym : Hati-hati bagi yang banyak komentar, sering celetak-celetuk yang tidak perlu. Biasanya akan jelek kualitas keislamannya. Bisa jadi akan banyak masalah.
- Aa Gym : Bagi kita banyak yang mustahil, bagi Allah tak ada yang mustahil, raihlah pertolongan-Nya untuk hal yang Nampak mustahil dengan SEDEKAH.
- Aa Gym : Barang siapa yang masih ketakutan dan berharap kepada selain Allah pasti tidak akan tenang hidupnya. Mudah-mudahan kita menjadi ahli tawakal. Aamiin.
- Aa Gym : Hidup di dunia Cuma sekali dan sebentar, pastikan sekuat tenaga ada manfaatnya, karena sebaik-baik manusia yang paling banyak manfaatnya.
- Aa Gym : Tak perlu sibuk banyak alasan membela diri hanya karena takut kemarahan makhluk/ takut jatuh kedudukan di sisi makhluk. Bila salah akui saja dengan jujur, segera mohon ampunan Allah, minta maaf yang tulus. Jangan takut memikul resiko sebagai tanggungjawab atas kesalahan.
- Aa Gym : Bila disikapi dengan pikiran yang jernih dan hati yang bersih kejadian sepahit apapun akan nampak keberkahan dan keindahan hikmahnya.
- Aa Gym : Kejadian sepahit apapun yang membuat seseorang semakin kenal, yakin, dan sungguh-sungguh mendekat kepada Allah adalah karunia yang tak ternilai.
- Aa Gym : Sibuk bersyukur membuat hati jauh lebih nyaman dan karuniapun bertambah. Sibuk banyak keinginan bikin hati resah dan gelisah.
- Aa Gym : Jangan suka mengingat-ingat apalagi menyebut-nyebut kebaikan, itu pertanda tidak ikhlas, pahala akan hilang, kehinaan yang didapat.
- Aa Gym : “Orang yang suka berkata jujur akan mendapatkan 3 hal, yaitu KEPERCAYAAN, CINTA, dan RASA HORMAT” (Ali bin Abi Thalib).
- Aa Gym : Menjadi tua itu sebuah kemestian. Tapi menjadi pribadi matang dan dewasa memerlukan perjuangan.
- Aa Gym : Tak sengaja mendengar aib orang lain saja sudah bisa mengotori hati, apalagi yang suka mencari-cari aib/kesalahan orang lain.
- Aa Gym : Ciri orang kurang beryukur : kalau ada sedikit saja yang tak sesuai harapan,hilang sudah limpahan karunia yang ada, sibuk saja mengomel dan menggerutu.
- Aa Gym : Semakin kuat berharap kepada makhluk, semakin resah dan meresahkan dan siap-siap dengan kesedihan dan kekecewaan. Tapi jika semakin berharap hanya kepada Allah, semakin menentramkan dan siap-siap mendapatkan yang terbaik dan bahagia.
- Aa Gym : Jujur dan tetaplah istiqomah jujur dalam kebenaran, jangan pernah kehilangan kejujran hanya karena takut kemarahan manusia.
- Aa Gym : Orang yang mudah tersinggung akan habis waktu produktifnya hanya untuk meladeni perasaannya sendiri.
- Aa Gym : Sama sekali tak berbahaya kemarahan manusia, yang tak bisa memberi mudharat tanpa izin-Nya. Yang pasti berbahaya adalah kemarahan Alah SWT.
- Aa Gym : Sibuk dengan keinginan yang membuat lalai dan kurang syukur adalah suber derita. Sahabatku, semoga kita dijauhkan dari sifat tersebut, aamiin.
- Aa Gym : Sahabatku, bersukurlah. Sebab hanya dengan menjadi ahli syukur, tambahan karunia-Nya akan kian melimpah.
- Aa Gym : Ketenangan itu hanya milik Allah. Hanya akan diberikan kepada yang ingat kepada-Nya. Maka jangan cari ketenangan dari apapun/ siapapun.
- Aa Gym : Sahabatku, Allah tahu persis keadaan kita lebih tahu daripada diri kita sendiri, semua cobaan hidup sudah diukur dengan sempurna, bersabarlah.
- Aa Gym : Berbaiksangkalah kepada Allah bahwa semua perbuatan-Nya kepada kita pasti baik dan banyak hikmahnya, walau tak sesuai keinginan kita.
- Aa Gym : LAKUKAN dan LUPAKAN. Sahabatku, lakukanlah amal-amal yang baik dan segera lupakanlah, tak perlu diingat-ingat wataupun dihitung-hitung.
- Aa Gym : Sahabatku, kta sering menginginkan membersihkan pakaian, rumah, kendaraan, dan lain-lain. Namun apakah kita sangat ingin untuk membersihkan hati?
- Aa Gym : Sahabatku, hanya Allah Pemilik, Penguasa, dan Penentu segala-galanya. Maka sibukkanlah hanya dengan penilaian-Nya dan hanya mencari kedudukan di sisi-Nya.
- Aa Gym : Pecinta dan perindu penilaian manusia cenderung hanya akan membagus-baguskan kemasan saja dan lalai terhadap isi.
- Aa Gym : Kedengkian kita kepada seseorang tak akan bisa menahan/ merubah apapun yang Allahberikan kepada hamba yang dikehendaki-Nya.
- Aa Gym : Sahabatku, kita harus selalu siap dengan yang cocok maupun yang tak cocok dengan keinginan kita, karena hanya Allah Yang Maha Menentukan.
- Aa Gym : Tipisnya sebuah takdir: Sekarang bisa melihat sesaat bisa buta dan gelap gulita, sekarang gagah sekejap bisa lunglai lumpuh tak berdaya.” Maka syukuri karunia yang ada.
- Aa Gym : Sahabatku, salah satu PETAKA dalah hidup adalah hanya senang dekat dengan yang suka memuja muji dan menjauhi yang tulus memberi saran, kritik, dan masukan.
- Aa Gym : Sahabat, jangan pernah putus asa dari rahmat/ pertolongan Allah, teruslah memohon dan sempurnakan ikhtiar pasti tak disia-siakan Allah.
- Aa Gym : Sahabatku, dihina orang sama sekali tak berbahaya, yang pasti bahaya adalah bila kita berkelakuan hina dan menghina orang.
- Aa Gym : Sibuk mencari kedudukan di hati manusia, akan cenderung semakin lalai kepada Allah, semakin tak tenang, banyak kecewa, sedih, dan marah.
- Aa Gym : Ciri orang yang kurang baik dan rugi : sibuk berkomentar yang tak perlu dikomentari, sibuk berpikir hal-hal yang tak perlu dipikirkan, sibuk mengurusi yang bukan urusannya.
- Aa Gym : Sahabatku, semua kejadian tak ada yang sia-sia, semua terjadi karena izin-Nya. Renungi dan ambil hikmah untuk dijadikan pelajaran.
- Aa Gym : Semakin ‘merasa memiliki’ semakin berat untuk sabar, tapi bila yakin semua hanya titipan-Nya niscaya akan lebih mudah bersabar.
- Aa Gym : Berharap kepada selain Allah, berarti berharap kepada yang lemah tak berdaya, yang tak punya dan tak tahu apa-apa, serta tak ada manfaat tanpa izin-Nya.
- Aa Gym : Keluh kesah menandakan tak ridho dengan takdir-Nya, padahal setiap takdir bagi orang beriman pasti baik. Ayo semangat pagi semuanya.
- Aa Gym : Semua rizki dan jalan keluar sudah tersedia, namun bisa terhalang oleh dosa-dosa, maka perbanyak tobat dan benar-benar mohon ampunan-Nya.
- Aa Gym : Ciri pribadi berkualitas: bila salah berani jujur mengakui kesalahan, bila kalah berani jujur mengakui kekalahan.
- Aa Gym : Sahabatku, jangan takut oleh persoalan hidup, tapi takutlah bila salah menyikapinya. Karena setiap masalah sudah diukur oleh Allah.
- Aa Gym : Sahabatku, bahagia itu bukan karena bebasnya dari masalah, tapi jadi dekat dengan Allahwalau banyak masalah.
- Aa Gym : Setiap kejadian yang kita jalani dan kta saksikan adalah pendidikan dari Allah, agar kita mengenal Dia Yang Maha Kuasa, Maha Penyayang, Maha Penolong.
- Aa Gym : Sahabatku, hidup ini ada episode-episodenya tak akan selalu sesuai keinginan dan harapan. Terima dengan lapang hati ridho dengan episode yang harus dijalani, berbaiksangkalah kepada Allah niscaya akan lega hati ini.
- Aa Gym : Sahabatku, hati-hati dengan keinginan. Keinginan yang membuat lalai bersyukur terhadap karunia yang ada hanya akan menambah kegelisahan dan kesengsaraan.
- Aa Gym : Bila orang tak mampu mengendalikan diri, hidupnya akan penuh masalah yang tak kunjung beres bahkan tambah ruwet.
- Aa Gym : Sulit untuk bisa memperbaiki orang lain dan berbagai hal sebelum sungguh-sungguh memperbaiki diri. Sulit untuk bisa memperbaiki diri sebelum berani jjur memngakui kesalahan.
- Aa Gym : Sakinah/ ketenangan itu milik Allah, Dia berikan kepada hamna-Nya yang memiliki hati, lisan, pikiran, dan sikap yang disukai-Nya.
- Aa Gym : Selamat beramal soleh sahabatku, jadian setiap kesibukan kita jadi amal soleh, insyaAllah keperluan kita akan dicukupi-Nya.
- Aa Gym : Sabhabatku, jangan berlebihan dalam hal apapun. Jalani hidup ini dengan lebih rileks, jangan serba menegangkan, seba serius, serba gawat. Poporsional aja lebih nyaman.
- Aa Gym : Kita jujur bukan untuk duniawi, bukan untuk diakui dan dikagumi. Kita jujur karena kejujuran adalah kehormatan kita sebagai muslim dan amal yang amat disukai Allah.
- Aa Gym : Sikap yang tenang dan jernih, akan menghasilkan piiran yang cerdas, jauh, dalam, bijak, dan bisa menyelesaikan masalah dengan adil.
- Aa Gym : Orang yang tak pernah rugi adalah yang berhasil menjadikan kejadian apapun mengenainya menjadi sarana perbaikan diri.
- Aa Gym : Fokuskan untuk tobat dan syukur. Karena tobat untuk menghilangkansemua penghalang dan syukur membuka dan menambah karunia lainnya.
- Aa Gym : Jangan suka pamer derita, mencari simpati dan belas kasihan manusia, percuma saja karena Yang Kuasa Menolong hanya Allah semata.
- Aa Gym : Ya Allah karuniakan ketenangan, kesungguhan, keyakinan akanpertolongan-Mu, kemudahan, kesehatan, dan kelancaran ujian adik-adik kami Ya Rabb. Aamiin.
Jumat, 27 Juni 2014
Kisah Lengkap Pemuda Ashabul Kahfi: Keagungan Allah, Kehebatan Ali, Kecerdasan Tamlikha
Dalam surat Al-Kahfi, Allah SWT menceritakan tiga kisah masa lalu, yaitu kisah Ashabul Kahfi, kisah pertemuan nabi Musa as dan nabi Khaidir as serta kisah Dzulqarnain. Kisah Ashabul Kahfi mendapat perhatian lebih dengan digunakan sebagai nama surat dimana terdapat tiga kisah tersebut. Hal ini tentu bukan kebetulan semata, tapi karena kisah Ashabul Kahfi, seperti juga kisah dalam al-Quran lainnya, bukan merupakan kisah semata, tapi juga terdapat banyak pelajaran (ibrah) didalamnya.
Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim.
Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.
Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-’Adzim; jilid:3 ;hal.67-71).
Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:
“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS al-Kahfi:10)
Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar.
Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.”
“Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.
“Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. “Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin!
Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok!
Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?”
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!”
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!”
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”
“Ya baik!” jawab mereka.
“Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanya lebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!”
“Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”
“Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.
Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”
Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”
Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius.
Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!”
Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh.
Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas.
Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.
Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja.
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.
Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.
Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.”
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?”
“Teman-teman,” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.”
Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?”
“Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan.”
Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?
Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala?
Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku?
“Saudara-saudara,” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!”
“Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?”
“Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!”
“Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?”
“Ya,” jawab penggembala itu.
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir.
Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.” Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi.
Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”
Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!”
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali.
Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.
Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri.
Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!”
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.”
Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!”
Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!”
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil.
Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”
“Aphesus,” sahut penjual roti itu.
“Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman,” jawab penjual roti.
“Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!”
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!”
Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w.
menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!”
“Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!”
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?”
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?”
“Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.”
Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!”
Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”
“Ya. Benar,” sahut Tamlikha.
“Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.
“Ya, ada,” jawab Tamlikha.
“Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”
“Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku!”
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”
“Aku Tamlikha anak Filistin!”
Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.”
Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!”
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
“Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua.
Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!”
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!”
Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?”
“Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka.
“Tidak!” sangkal Tamlikha.
“Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!”
Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?”
“Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya.
“Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!”
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka.
Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.
Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.”
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.”
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam.
Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:
“Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.”
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka.
Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”
Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!”
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.
(sumber : http://www.indonesiaindonesia.com/f/87236-kisah-ashabul-kahfi-penghuni-gua-versi/
Ashabul Kahfi adalah nama sekelompok orang beriman yang hidup pada masa Raja Diqyanus di Romawi, beberapa ratus tahun sebelum diutusnya nabi Isa as. Mereka hidup ditengah masyarakat penyembah berhala dengan seorang raja yang dzalim.
Ketika sang raja mengetahui ada sekelompok orang yang tidak menyembah berhala, maka sang raja marah lalu memanggil mereka dan memerintahkan mereka untuk mengikuti kepercayaan sang raja. Tapi Ashabul Kahfi menolak dan lari, dikejarlah mereka untuk dibunuh. Ketika mereka lari dari kejaran pasukan raja, sampailah mereka di mulut sebuah gua yang kemudian dipakai tempat persembunyian.
Dengan izin Allah mereka kemudian ditidurkan selama 309 tahun di dalam gua, dan dibangkitkan kembali ketika masyarakat dan raja mereka sudah berganti menjadi masyarakat dan raja yang beriman kepada Allah SWT (Ibnu Katsir; Tafsir al-Quran al-’Adzim; jilid:3 ;hal.67-71).
Berikut adalah kisah Ashabul Kahfi (Penghuni Gua) yang ditafsir secara jelas jalan ceritanya. Penulis kitab Fadha’ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah (jilid II, halaman 291-300), mengetengahkan suatu riwayat yang dikutip dari kitab Qishashul Anbiya.
Riwayat tersebut berkaitan dengan tafsir ayat 10 Surah Al-Kahfi:
“(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung ke dalam gua lalu mereka berdo’a: “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS al-Kahfi:10)
Dengan panjang lebar kitab Qishashul Anbiya mulai dari halaman 566 meriwayatkan sebagai berikut:
Di kala Umar Ibnul Khattab memangku jabatan sebagai Amirul Mukminin, pernah datang kepadanya beberapa orang pendeta Yahudi. Mereka berkata kepada Khalifah: “Hai Khalifah Umar, anda adalah pemegang kekuasaan sesudah Muhammad dan sahabatnya, Abu Bakar.
Kami hendak menanyakan beberapa masalah penting kepada anda. Jika anda dapat memberi jawaban kepada kami, barulah kami mau mengerti bahwa Islam merupakan agama yang benar dan Muhammad benar-benar seorang Nabi. Sebaliknya, jika anda tidak dapat memberi jawaban, berarti bahwa agama Islam itu bathil dan Muhammad bukan seorang Nabi.”
“Silahkan bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan,” sahut Khalifah Umar.
“Jelaskan kepada kami tentang induk kunci (gembok) mengancing langit, apakah itu?” Tanya pendeta-pendeta itu, memulai pertanyaan-pertanyaannya. “Terangkan kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang berjalan bersama penghuninya, apakah itu? Tunjukkan kepada kami tentang suatu makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi ia bukan manusia dan bukan jin!
Terangkan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang dapat berjalan di permukaan bumi, tetapi makhluk-makhluk itu tidak dilahirkan dari kandungan ibu atau atau induknya! Beritahukan kepada kami apa yang dikatakan oleh burung puyuh (gemak) di saat ia sedang berkicau! Apakah yang dikatakan oleh ayam jantan di kala ia sedang berkokok!
Apakah yang dikatakan oleh kuda di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh katak di waktu ia sedang bersuara? Apakah yang dikatakan oleh keledai di saat ia sedang meringkik? Apakah yang dikatakan oleh burung pipit pada waktu ia sedang berkicau?”
Khalifah Umar menundukkan kepala untuk berfikir sejenak, kemudian berkata: “Bagi Umar, jika ia menjawab ‘tidak tahu’ atas pertanyaan-pertanyaan yang memang tidak diketahui jawabannya, itu bukan suatu hal yang memalukan!”
Mendengar jawaban Khalifah Umar seperti itu, pendeta-pendeta Yahudi yang bertanya berdiri melonjak-lonjak kegirangan, sambil berkata: “Sekarang kami bersaksi bahwa Muhammad memang bukan seorang Nabi, dan agama Islam itu adalah bathil!”
Salman Al-Farisi yang saat itu hadir, segera bangkit dan berkata kepada pendeta-pendeta Yahudi itu: “Kalian tunggu sebentar!”
Ia cepat-cepat pergi ke rumah Ali bin Abi Thalib. Setelah bertemu, Salman berkata: “Ya Abal Hasan, selamatkanlah agama Islam!”
Imam Ali r.a. bingung, lalu bertanya: “Mengapa?”
Salman kemudian menceritakan apa yang sedang dihadapi oleh Khalifah Umar Ibnul Khattab. Imam Ali segera saja berangkat menuju ke rumah Khalifah Umar, berjalan lenggang memakai burdah (selembar kain penutup punggung atau leher) peninggalan Rasul Allah s.a.w. Ketika Umar melihat Ali bin Abi Thalib datang, ia bangun dari tempat duduk lalu buru-buru memeluknya, sambil berkata: “Ya Abal Hasan, tiap ada kesulitan besar, engkau selalu kupanggil!”
Setelah berhadap-hadapan dengan para pendeta yang sedang menunggu-nunggu jawaban itu, Ali bin Abi Thalib herkata: “Silakan kalian bertanya tentang apa saja yang kalian inginkan. Rasul Allah s.a.w. sudah mengajarku seribu macam ilmu, dan tiap jenis dari ilmu-ilmu itu mempunyai seribu macam cabang ilmu!”
Pendeta-pendeta Yahudi itu lalu mengulangi pertanyaan-pertanyaan mereka. Sebelum menjawab, Ali bin Abi Thalib berkata: “Aku ingin mengajukan suatu syarat kepada kalian, yaitu jika ternyata aku nanti sudah menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian sesuai dengan yang ada di dalam Taurat, kalian supaya bersedia memeluk agama kami dan beriman!”
“Ya baik!” jawab mereka.
“Sekarang tanyakanlah satu demi satu,” kata Ali bin Abi Thalib.
Mereka mulai bertanya: “Apakah induk kunci (gembok) yang mengancing pintu-pintu langit?”
“Induk kunci itu,” jawab Ali bin Abi Thalib, “ialah syirik kepada Allah. Sebab semua hamba Allah, baik pria maupun wanita, jika ia bersyirik kepada Allah, amalnya tidak akan dapat naik sampai ke hadhirat Allah!”Para pendeta Yahudi bertanya lagi: “Anak kunci apakah yang dapat membuka pintu-pintu langit?”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Anak kunci itu ialah kesaksian (syahadat) bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Para pendeta Yahudi itu saling pandang di antara mereka, sambil berkata: “Orang itu benar juga!” Mereka bertanya lebih lanjut: “Terangkanlah kepada kami tentang adanya sebuah kuburan yang dapat berjalan bersama penghuninya!”
“Kuburan itu ialah ikan hiu (hut) yang menelan Nabi Yunus putera Matta,” jawab Ali bin Abi Thalib. “Nabi Yunus as. dibawa keliling ketujuh samudera!”
Pendeta-pendeta itu meneruskan pertanyaannya lagi: “Jelaskan kepada kami tentang makhluk yang dapat memberi peringatan kepada bangsanya, tetapi makhluk itu bukan manusia dan bukan jin!”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Makhluk itu ialah semut Nabi Sulaiman putera Nabi Dawud alaihimas salam. Semut itu berkata kepada kaumnya: “Hai para semut, masuklah ke dalam tempat kediaman kalian, agar tidak diinjak-injak oleh Sulaiman dan pasukan-nya dalam keadaan mereka tidak sadar!”
Para pendeta Yahudi itu meneruskan pertanyaannya: “Beritahukan kepada kami tentang lima jenis makhluk yang berjalan di atas permukaan bumi, tetapi tidak satu pun di antara makhluk-makhluk itu yang dilahirkan dari kandungan ibunya atau induknya!”
Ali bin Abi Thalib menjawab: “Lima makhluk itu ialah, pertama, Adam. Kedua, Hawa. Ketiga, Unta Nabi Shaleh. Keempat, Domba Nabi Ibrahim. Kelima, Tongkat Nabi Musa (yang menjelma menjadi seekor ular).”
Dua di antara tiga orang pendeta Yahudi itu setelah mendengar jawaban-jawaban serta penjelasan yang diberikan oleh Imam Ali r.a. lalu mengatakan: “Kami bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah!”
Tetapi seorang pendeta lainnya, bangun berdiri sambil berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, hati teman-temanku sudah dihinggapi oleh sesuatu yang sama seperti iman dan keyakinan mengenai benarnya agama Islam. Sekarang masih ada satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepada anda.”
“Tanyakanlah apa saja yang kau inginkan,” sahut Imam Ali.
“Coba terangkan kepadaku tentang sejumlah orang yang pada zaman dahulu sudah mati selama 309 tahun, kemudian dihidupkan kembali oleh Allah. Bagaimana hikayat tentang mereka itu?” Tanya pendeta tadi.
Ali bin Ali Thalib menjawab: “Hai pendeta Yahudi, mereka itu ialah para penghuni gua. Hikayat tentang mereka itu sudah dikisahkan oleh Allah s.w.t. kepada Rasul-Nya. Jika engkau mau, akan kubacakan kisah mereka itu.”
Pendeta Yahudi itu menyahut: “Aku sudah banyak mendengar tentang Qur’an kalian itu! Jika engkau memang benar-benar tahu, coba sebutkan nama-nama mereka, nama ayah-ayah mereka, nama kota mereka, nama raja mereka, nama anjing mereka, nama gunung serta gua mereka, dan semua kisah mereka dari awal sampai akhir!”
Ali bin Abi Thalib kemudian membetulkan duduknya, menekuk lutut ke depan perut, lalu ditopangnya dengan burdah yang diikatkan ke pinggang. Lalu ia berkata: “Hai saudara Yahudi, Muhammad Rasul Allah s.a.w. kekasihku telah menceritakan kepadaku, bahwa kisah itu terjadi di negeri Romawi, di sebuah kota bernama Aphesus, atau disebut juga dengan nama Tharsus. Tetapi nama kota itu pada zaman dahulu ialah Aphesus (Ephese). Baru setelah Islam datang, kota itu berubah nama menjadi Tharsus (Tarse, sekarang terletak di dalam wilayah Turki).
Penduduk negeri itu dahulunya mempunyai seorang raja yang baik. Setelah raja itu meninggal dunia, berita kematiannya didengar oleh seorang raja Persia bernama Diqyanius.
Ia seorang raja kafir yang amat congkak dan dzalim. Ia datang menyerbu negeri itu dengan kekuatan pasukannya, dan akhirnya berhasil menguasai kota Aphesus. Olehnya kota itu dijadikan ibukota kerajaan, lalu dibangunlah sebuah Istana.”
Baru sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya itu berdiri, terus bertanya: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku bentuk Istana itu, bagaimana serambi dan ruangan-ruangannya!”
Ali bin Abi Thalib menerangkan: “Hai saudara Yahudi, raja itu membangun istana yang sangat megah, terbuat dari batu marmar. Panjangnya satu farsakh (= kl 8 km) dan lebarnya pun satu farsakh.
Pilar-pilarnya yang berjumlah seribu buah, semuanya terbuat dari emas, dan lampu-lampu yang berjumlah seribu buah, juga semuanya terbuat dari emas.
Lampu-lampu itu bergelantungan pada rantai-rantai yang terbuat dari perak. Tiap malam apinya dinyalakan dengan sejenis minyak yang harum baunya. Di sebelah timur serambi dibuat lubang-lubang cahaya sebanyak seratus buah, demikian pula di sebelah baratnya. Sehingga matahari sejak mulai terbit sampai terbenam selalu dapat menerangi serambi.
Raja itu pun membuat sebuah singgasana dari emas. Panjangnya 80 hasta dan lebarnya 40 hasta. Di sebelah kanannya tersedia 80 buah kursi, semuanya terbuat dari emas. Di situlah para hulubalang kerajaan duduk. Di sebelah kirinya juga disediakan 80 buah kursi terbuat dari emas, untuk duduk para pepatih dan penguasa-penguasa tinggi lainnya. Raja duduk di atas singgasana dengan mengenakan mahkota di atas kepala.”
Sampai di situ pendeta yang bersangkutan berdiri lagi sambil berkata: “Jika engkau benar-benar tahu, coba terangkan kepadaku dari apakah mahkota itu dibuat?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Imam Ali menerangkan, “mahkota raja itu terbuat dari kepingan-kepingan emas, berkaki 9 buah, dan tiap kakinya bertaburan mutiara yang memantulkan cahaya laksana bintang-bintang menerangi kegelapan malam.
Raja itu juga mempunyai 50 orang pelayan, terdiri dari anak-anak para hulubalang. Semuanya memakai selempang dan baju sutera berwarna merah. Celana mereka juga terbuat dari sutera berwarna hijau. Semuanya dihias dengan gelang-gelang kaki yang sangat indah. Masing-masing diberi tongkat terbuat dari emas. Mereka harus berdiri di belakang raja.
Selain mereka, raja juga mengangkat 6 orang, terdiri dari anak-anak para cendekiawan, untuk dijadikan menteri-menteri atau pembantu-pembantunya. Raja tidak mengambil suatu keputusan apa pun tanpa berunding lebih dulu dengan mereka. Enam orang pembantu itu selalu berada di kanan kiri raja, tiga orang berdiri di sebelah kanan dan yang tiga orang lainnya berdiri di sebelah kiri.”
Pendeta yang bertanya itu berdiri lagi. Lalu berkata: “Hai Ali, jika yang kau katakan itu benar, coba sebutkan nama enam orang yang menjadi pembantu-pembantu raja itu!”
Menanggapi hal itu, Imam Ali r.a. menjawab: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa tiga orang yang berdiri di sebelah kanan raja, masing-masing bernama Tamlikha, Miksalmina, dan Mikhaslimina. Adapun tiga orang pembantu yang berdiri di sebelah kiri, masing-masing bernama Martelius, Casitius dan Sidemius. Raja selalu berunding dengan mereka mengenai segala urusan.
Tiap hari setelah raja duduk dalam serambi istana dikerumuni oleh semua hulubalang dan para punggawa, masuklah tiga orang pelayan menghadap raja. Seorang diantaranya membawa piala emas penuh berisi wewangian murni.
Seorang lagi membawa piala perak penuh berisi air sari bunga.
Sedang yang seorangnya lagi membawa seekor burung. Orang yang membawa burung ini kemudian mengeluarkan suara isyarat, lalu burung itu terbang di atas piala yang berisi air sari bunga. Burung itu berkecimpung di dalamnya dan setelah itu ia mengibas-ngibaskan sayap serta bulunya, sampai sari-bunga itu habis dipercikkan ke semua tempat sekitarnya.
Kemudian si pembawa burung tadi mengeluarkan suara isyarat lagi. Burung itu terbang pula. Lalu hinggap di atas piala yang berisi wewangian murni. Sambil berkecimpung di dalamnya, burung itu mengibas-ngibaskan sayap dan bulunya, sampai wewangian murni yang ada dalam piala itu habis dipercikkan ke tempat sekitarnya. Pembawa burung itu memberi isyarat suara lagi. Burung itu lalu terbang dan hinggap di atas mahkota raja, sambil membentangkan kedua sayap yang harum semerbak di atas kepala raja.
Demikianlah raja itu berada di atas singgasana kekuasaan selama tiga puluh tahun. Selama itu ia tidak pernah diserang penyakit apa pun, tidak pernah merasa pusing kepala, sakit perut, demam, berliur, berludah atau pun beringus. Setelah sang raja merasa diri sedemikian kuat dan sehat, ia mulai congkak, durhaka dan dzalim. Ia mengaku-aku diri sebagai “tuhan” dan tidak mau lagi mengakui adanya Allah s.w.t.
Raja itu kemudian memanggil orang-orang terkemuka dari rakyatnya. Barang siapa yang taat dan patuh kepadanya, diberi pakaian dan berbagai macam hadiah lainnya. Tetapi barang siapa yang tidak mau taat atau tidak bersedia mengikuti kemauannya, ia akan segera dibunuh. Oleh sebab itu semua orang terpaksa mengiakan kemauannya. Dalam masa yang cukup lama, semua orang patuh kepada raja itu, sampai ia disembah dan dipuja. Mereka tidak lagi memuja dan menyembah Allah s.w.t.
Pada suatu hari perayaan ulang-tahunnya, raja sedang duduk di atas singgasana mengenakan mahkota di atas kepala, tiba-tiba masuklah seorang hulubalang memberi tahu, bahwa ada balatentara asing masuk menyerbu ke dalam wilayah kerajaannya, dengan maksud hendak melancarkan peperangan terhadap raja. Demikian sedih dan bingungnya raja itu, sampai tanpa disadari mahkota yang sedang dipakainya jatuh dari kepala.
Kemudian raja itu sendiri jatuh terpelanting dari atas singgasana. Salah seorang pembantu yang berdiri di sebelah kanan –seorang cerdas yang bernama Tamlikha– memperhatikan keadaan sang raja dengan sepenuh fikiran. Ia berfikir, lalu berkata di dalam hati: “Kalau Diqyanius itu benar-benar tuhan sebagaimana menurut pengakuannya, tentu ia tidak akan sedih, tidak tidur, tidak buang air kecil atau pun air besar. Itu semua bukanlah sifat-sifat Tuhan.”
Enam orang pembantu raja itu tiap hari selalu mengadakan pertemuan di tempat salah seorang dari mereka secara bergiliran. Pada satu hari tibalah giliran Tamlikha menerima kunjungan lima orang temannya. Mereka berkumpul di rumah Tamlikha untuk makan dan minum, tetapi Tamlikha sendiri tidak ikut makan dan minum. Teman-temannya bertanya: “Hai Tamlikha, mengapa engkau tidak mau makan dan tidak mau minum?”
“Teman-teman,” sahut Tamlikha, “hatiku sedang dirisaukan oleh sesuatu yang membuatku tidak ingin makan dan tidak ingin minum, juga tidak ingin tidur.”
Teman-temannya mengejar: “Apakah yang merisaukan hatimu, hai Tamlikha?”
“Sudah lama aku memikirkan soal langit,” ujar Tamlikha menjelaskan.”
- Aku lalu bertanya pada diriku sendiri: ‘siapakah yang mengangkatnya ke atas sebagai atap yang senantiasa aman dan terpelihara, tanpa gantungan dari atas dan tanpa tiang yang menopangnya dari bawah?
Siapakah yang menjalankan matahari dan bulan di langit itu?
Siapakah yang menghias langit itu dengan bintang-bintang bertaburan?’ Kemudian kupikirkan juga bumi ini: ‘Siapakah yang membentang dan menghamparkan-nya di cakrawala?
Siapakah yang menahannya dengan gunung-gunung raksasa agar tidak goyah, tidak goncang dan tidak miring?’ Aku juga lama sekali memikirkan diriku sendiri: ‘Siapakah yang mengeluarkan aku sebagai bayi dari perut ibuku? Siapakah yang memelihara hidupku dan memberi makan kepadaku?
Semuanya itu pasti ada yang membuat, dan sudah tentu bukan Diqyanius’…”
Teman-teman Tamlikha lalu bertekuk lutut di hadapannya. Dua kaki Tamlikha diciumi sambil berkata: “Hai Tamlikha dalam hati kami sekarang terasa sesuatu seperti yang ada di dalam hatimu. Oleh karena itu, baiklah engkau tunjukkan jalan keluar bagi kita semua!”
“Saudara-saudara,” jawab Tamlikha, “baik aku maupun kalian tidak menemukan akal selain harus lari meninggalkan raja yang dzalim itu, pergi kepada Raja pencipta langit dan bumi!”
“Kami setuju dengan pendapatmu,” sahut teman-temannya.
Tamlikha lalu berdiri, terus beranjak pergi untuk menjual buah kurma, dan akhirnya berhasil mendapat uang sebanyak 3 dirham. Uang itu kemudian diselipkan dalam kantong baju. Lalu berangkat berkendaraan kuda bersama-sama dengan lima orang temannya.
Setelah berjalan 3 mil jauhnya dari kota, Tamlikha berkata kepada teman-temannya: “Saudara-saudara, kita sekarang sudah terlepas dari raja dunia dan dari kekuasaannya. Sekarang turunlah kalian dari kuda dan marilah kita berjalan kaki. Mudah-mudahan Allah akan memudahkan urusan kita serta memberikan jalan keluar.”
Mereka turun dari kudanya masing-masing. Lalu berjalan kaki sejauh 7 farsakh, sampai kaki mereka bengkak berdarah karena tidak biasa berjalan kaki sejauh itu.
Tiba-tiba datanglah seorang penggembala menyambut mereka. Kepada penggembala itu mereka bertanya: “Hai penggembala, apakah engkau mempunyai air minum atau susu?”
“Aku mempunyai semua yang kalian inginkan,” sahut penggembala itu. “Tetapi kulihat wajah kalian semuanya seperti kaum bangsawan. Aku menduga kalian itu pasti melarikan diri. Coba beritahukan kepadaku bagaimana cerita perjalanan kalian itu!”
“Ah…, susahnya orang ini,” jawab mereka. “Kami sudah memeluk suatu agama, kami tidak boleh berdusta. Apakah kami akan selamat jika kami mengatakan yang sebenarnya?”
“Ya,” jawab penggembala itu.
Tamlikha dan teman-temannya lalu menceritakan semua yang terjadi pada diri mereka. Mendengar cerita mereka, penggembala itu segera bertekuk lutut di depan mereka, dan sambil menciumi kaki mereka, ia berkata: “Dalam hatiku sekarang terasa sesuatu seperti yang ada dalam hati kalian. Kalian berhenti sajalah dahulu di sini. Aku hendak mengembalikan kambing-kambing itu kepada pemiliknya. Nanti aku akan segera kembali lagi kepada kalian.”
Tamlikha bersama teman-temannya berhenti. Penggembala itu segera pergi untuk mengembalikan kambing-kambing gembalaannya. Tak lama kemudian ia datang lagi berjalan kaki, diikuti oleh seekor anjing miliknya.”
Waktu cerita Imam Ali sampai di situ, pendeta Yahudi yang bertanya melonjak berdiri lagi sambil berkata: “Hai Ali, jika engkau benar-benar tahu, coba sebutkan apakah warna anjing itu dan siapakah namanya?”
“Hai saudara Yahudi,” kata Ali bin Abi Thalib memberitahukan, “kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w. menceritakan kepadaku, bahwa anjing itu berwarna kehitam-hitaman dan bernama Qithmir.
Ketika enam orang pelarian itu melihat seekor anjing, masing-masing saling berkata kepada temannya: kita khawatir kalau-kalau anjing itu nantinya akan membongkar rahasia kita! Mereka minta kepada penggembala supaya anjing itu dihalau saja dengan batu.
Anjing itu melihat kepada Tamlikha dan teman-temannya, lalu duduk di atas dua kaki belakang, menggeliat, dan mengucapkan kata-kata dengan lancar dan jelas sekali: “Hai orang-orang, mengapa kalian hendak mengusirku, padahal aku ini bersaksi tiada tuhan selain Allah, tak ada sekutu apa pun bagi-Nya. Biarlah aku menjaga kalian dari musuh, dan dengan berbuat demikian aku mendekatkan diriku kepada Allah s.w.t.” Anjing itu akhirnya dibiarkan saja. Mereka lalu pergi.
Penggembala tadi mengajak mereka naik ke sebuah bukit. Lalu bersama mereka mendekati sebuah gua.”
Pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu, bangun lagi dari tempat duduknya sambil berkata: “Apakah nama gunung itu dan apakah nama gua itu?!”
Imam Ali menjelaskan: “Gunung itu bernama Naglus dan nama gua itu ialah Washid, atau di sebut juga dengan nama Kheram!”
Ali bin Abi Thalib meneruskan ceritanya: secara tiba-tiba di depan gua itu tumbuh pepohonan berbuah dan memancur mata-air deras sekali.
Mereka makan buah-buahan dan minum air yang tersedia di tempat itu. Setelah tiba waktu malam, mereka masuk berlindung di dalam gua. Sedang anjing yang sejak tadi mengikuti mereka, berjaga-jaga ndeprok sambil menjulurkan dua kaki depan untuk menghalang-halangi pintu gua.
Kemudian Allah s.w.t. memerintahkan Malaikat maut supaya mencabut nyawa mereka. Kepada masing-masing orang dari mereka Allah s.w.t. mewakilkan dua Malaikat untuk membalik-balik tubuh mereka dari kanan ke kiri.
Allah lalu memerintahkan matahari supaya pada saat terbit condong memancarkan sinarnya ke dalam gua dari arah kanan, dan pada saat hampir terbenam supaya sinarnya mulai meninggalkan mereka dari arah kiri.
Suatu ketika waktu raja Diqyanius baru saja selesai berpesta ia bertanya tentang enam orang pembantunya. Ia mendapat jawaban, bahwa mereka itu melarikan diri. Raja Diqyanius sangat gusar.
Bersama 80.000 pasukan berkuda ia cepat-cepat berangkat menyelusuri jejak enam orang pembantu yang melarikan diri. Ia naik ke atas bukit, kemudian mendekati gua. Ia melihat enam orang pembantunya yang melarikan diri itu sedang tidur berbaring di dalam gua. Ia tidak ragu-ragu dan memastikan bahwa enam orang itu benar-benar sedang tidur.
Kepada para pengikutnya ia berkata: “Kalau aku hendak menghukum mereka, tidak akan kujatuhkan hukuman yang lebih berat dari perbuatan mereka yang telah menyiksa diri mereka sendiri di dalam gua. Panggillah tukang-tukang batu supaya mereka segera datang ke mari!”
Setelah tukang-tukang batu itu tiba, mereka diperintahkan menutup rapat pintu gua dengan batu-batu dan jish (bahan semacam semen). Selesai dikerjakan, raja berkata kepada para pengikutnya: “Katakanlah kepada mereka yang ada di dalam gua, kalau benar-benar mereka itu tidak berdusta supaya minta tolong kepada Tuhan mereka yang ada di langit, agar mereka dikeluarkan dari tempat itu.”
Dalam gua tertutup rapat itu, mereka tinggal selama 309 tahun.
Setelah masa yang amat panjang itu lampau, Allah s.w.t. mengembalikan lagi nyawa mereka. Pada saat matahari sudah mulai memancarkan sinar, mereka merasa seakan-akan baru bangun dari tidurnya masing-masing. Yang seorang berkata kepada yang lainnya: “Malam tadi kami lupa beribadah kepada Allah, mari kita pergi ke mata air!”
Setelah mereka berada di luar gua, tiba-tiba mereka lihat mata air itu sudah mengering kembali dan pepohonan yang ada pun sudah menjadi kering semuanya. Allah s.w.t. membuat mereka mulai merasa lapar. Mereka saling bertanya: “Siapakah di antara kita ini yang sanggup dan bersedia berangkat ke kota membawa uang untuk bisa mendapatkan makanan? Tetapi yang akan pergi ke kota nanti supaya hati-hati benar, jangan sampai membeli makanan yang dimasak dengan lemak-babi.”
Tamlikha kemudian berkata: “Hai saudara-saudara, aku sajalah yang berangkat untuk mendapatkan makanan. Tetapi, hai penggembala, berikanlah bajumu kepadaku dan ambillah bajuku ini!”
- Setelah Tamlikha memakai baju penggembala, ia berangkat menuju ke kota. Sepanjang jalan ia melewati tempat-tempat yang sama sekali belum pernah dikenalnya, melalui jalan-jalan yang belum pernah diketahui. Setibanya dekat pintu gerbang kota, ia melihat bendera hijau berkibar di angkasa bertuliskan: “Tiada Tuhan selain Allah dan Isa adalah Roh Allah.”
Tamlikha berhenti sejenak memandang bendera itu sambil mengusap-usap mata, lalu berkata seorang diri: “Kusangka aku ini masih tidur!” Setelah agak lama memandang dan mengamat-amati bendera, ia meneruskan perjalanan memasuki kota. Dilihatnya banyak orang sedang membaca Injil.
Ia berpapasan dengan orang-orang yang belum pernah dikenal. Setibanya di sebuah pasar ia bertanya kepada seorang penjaja roti: “Hai tukang roti, apakah nama kota kalian ini?”
“Aphesus,” sahut penjual roti itu.
“Siapakah nama raja kalian?” tanya Tamlikha lagi. “Abdurrahman,” jawab penjual roti.
“Kalau yang kau katakan itu benar,” kata Tamlikha, “urusanku ini sungguh aneh sekali! Ambillah uang ini dan berilah makanan kepadaku!”
Melihat uang itu, penjual roti keheran-heranan. Karena uang yang dibawa Tamlikha itu uang zaman lampau, yang ukurannya lebih besar dan lebih berat.
Pendeta Yahudi yang bertanya itu kemudian berdiri lagi, lalu berkata kepada Ali bin Abi Thalib: “Hai Ali, kalau benar-benar engkau mengetahui, coba terangkan kepadaku berapa nilai uang lama itu dibanding dengan uang baru!”
Imam Ali menerangkan: “Kekasihku Muhammad Rasul Allah s.a.w.
menceritakan kepadaku, bahwa uang yang dibawa oleh Tamlikha dibanding dengan uang baru, ialah tiap dirham lama sama dengan sepuluh dan dua pertiga dirham baru!”
Imam Ali kemudian melanjutkan ceritanya: Penjual Roti lalu berkata kepada Tamlikha: “Aduhai, alangkah beruntungnya aku! Rupanya engkau baru menemukan harta karun! Berikan sisa uang itu kepadaku! Kalau tidak, engkau akan ku hadapkan kepada raja!”
“Aku tidak menemukan harta karun,” sangkal Tamlikha. “Uang ini ku dapat tiga hari yang lalu dari hasil penjualan buah kurma seharga tiga dirham! Aku kemudian meninggalkan kota karena orang-orang semuanya menyembah Diqyanius!”
Penjual roti itu marah. Lalu berkata: “Apakah setelah engkau menemukan harta karun masih juga tidak rela menyerahkan sisa uangmu itu kepadaku? Lagi pula engkau telah menyebut-nyebut seorang raja durhaka yang mengaku diri sebagai tuhan, padahal raja itu sudah mati lebih dari 300 tahun yang silam! Apakah dengan begitu engkau hendak memperolok-olok aku?”
Tamlikha lalu ditangkap. Kemudian dibawa pergi menghadap raja. Raja yang baru ini seorang yang dapat berfikir dan bersikap adil. Raja bertanya kepada orang-orang yang membawa Tamlikha: “Bagaimana cerita tentang orang ini?”
“Dia menemukan harta karun,” jawab orang-orang yang membawanya.
Kepada Tamlikha, raja berkata: “Engkau tak perlu takut! Nabi Isa a.s. memerintahkan supaya kami hanya memungut seperlima saja dari harta karun itu. Serahkanlah yang seperlima itu kepadaku, dan selanjutnya engkau akan selamat.”
Tamlikha menjawab: “Baginda, aku sama sekali tidak menemukan harta karun! Aku adalah penduduk kota ini!”
Raja bertanya sambil keheran-heranan: “Engkau penduduk kota ini?”
“Ya. Benar,” sahut Tamlikha.
“Adakah orang yang kau kenal?” tanya raja lagi.
“Ya, ada,” jawab Tamlikha.
“Coba sebutkan siapa namanya,” perintah raja.
Tamlikha menyebut nama-nama kurang lebih 1000 orang, tetapi tak ada satu nama pun yang dikenal oleh raja atau oleh orang lain yang hadir mendengarkan. Mereka berkata: “Ah…, semua itu bukan nama orang-orang yang hidup di zaman kita sekarang. Tetapi, apakah engkau mempunyai rumah di kota ini?”
“Ya, tuanku,” jawab Tamlikha. “Utuslah seorang menyertai aku!”
Raja kemudian memerintahkan beberapa orang menyertai Tamlikha pergi. Oleh Tamlikha mereka diajak menuju ke sebuah rumah yang paling tinggi di kota itu. Setibanya di sana, Tamlikha berkata kepada orang yang mengantarkan: “Inilah rumahku!”
Pintu rumah itu lalu diketuk. Keluarlah seorang lelaki yang sudah sangat lanjut usia. Sepasang alis di bawah keningnya sudah sedemikian putih dan mengkerut hampir menutupi mata karena sudah terlampau tua. Ia terperanjat ketakutan, lalu bertanya kepada orang-orang yang datang: “Kalian ada perlu apa?”
Utusan raja yang menyertai Tamlikha menyahut: “Orang muda ini mengaku rumah ini adalah rumahnya!”
Orang tua itu marah, memandang kepada Tamlikha. Sambil mengamat-amati ia bertanya: “Siapa namamu?”
“Aku Tamlikha anak Filistin!”
Orang tua itu lalu berkata: “Coba ulangi lagi!”
Tamlikha menyebut lagi namanya. Tiba-tiba orang tua itu bertekuk lutut di depan kaki Tamlikha sambil berucap: “Ini adalah datukku! Demi Allah, ia salah seorang di antara orang-orang yang melarikan diri dari Diqyanius, raja durhaka.”
Kemudian diteruskannya dengan suara haru: “Ia lari berlindung kepada Yang Maha Perkasa, Pencipta langit dan bumi. Nabi kita, Isa as., dahulu telah memberitahukan kisah mereka kepada kita dan mengatakan bahwa mereka itu akan hidup kembali!”
Peristiwa yang terjadi di rumah orang tua itu kemudian di laporkan kepada raja. Dengan menunggang kuda, raja segera datang menuju ke tempat Tamlikha yang sedang berada di rumah orang tua tadi. Setelah melihat Tamlikha, raja segera turun dari kuda. Oleh raja Tamlikha diangkat ke atas pundak, sedangkan orang banyak beramai-ramai menciumi tangan dan kaki Tamlikha sambil bertanya-tanya: “Hai Tamlikha, bagaimana keadaan teman-temanmu?”
Kepada mereka Tamlikha memberi tahu, bahwa semua temannya masih berada di dalam gua.
“Pada masa itu kota Aphesus diurus oleh dua orang bangsawan istana. Seorang beragama Islam dan seorang lainnya lagi beragama Nasrani. Dua orang bangsawan itu bersama pengikutnya masing-masing pergi membawa Tamlikha menuju ke gua,” demikian Imam Ali melanjutkan ceritanya.
Teman-teman Tamlikha semuanya masih berada di dalam gua itu. Setibanya dekat gua, Tamlikha berkata kepada dua orang bangsawan dan para pengikut mereka: “Aku khawatir kalau sampai teman-temanku mendengar suara tapak kuda, atau gemerincingnya senjata. Mereka pasti menduga Diqyanius datang dan mereka bakal mati semua.
Oleh karena itu kalian berhenti saja di sini. Biarlah aku sendiri yang akan menemui dan memberitahu mereka!”
Semua berhenti menunggu dan Tamlikha masuk seorang diri ke dalam gua. Melihat Tamlikha datang, teman-temannya berdiri kegirangan, dan Tamlikha dipeluknya kuat-kuat. Kepada Tamlikha mereka berkata: “Puji dan syukur bagi Allah yang telah menyelamatkan dirimu dari Diqyanius!”
Tamlikha menukas: “Ada urusan apa dengan Diqyanius? Tahukah kalian, sudah berapa lamakah kalian tinggal di sini?”
“Kami tinggal sehari atau beberapa hari saja,” jawab mereka.
“Tidak!” sangkal Tamlikha.
“Kalian sudah tinggal di sini selama 309 tahun! Diqyanius sudah lama meninggal dunia! Generasi demi generasi sudah lewat silih berganti, dan penduduk kota itu sudah beriman kepada Allah yang Maha Agung! Mereka sekarang datang untuk bertemu dengan kalian!”
Teman-teman Tamlikha menyahut: “Hai Tamlikha, apakah engkau hendak menjadikan kami ini orang-orang yang menggemparkan seluruh jagad?”
“Lantas apa yang kalian inginkan?” Tamlikha balik bertanya.
“Angkatlah tanganmu ke atas dan kami pun akan berbuat seperti itu juga,” jawab mereka.
Mereka bertujuh semua mengangkat tangan ke atas, kemudian berdoa: “Ya Allah, dengan kebenaran yang telah Kau perlihatkan kepada kami tentang keanehan-keanehan yang kami alami sekarang ini, cabutlah kembali nyawa kami tanpa sepengetahuan orang lain!”
Allah s.w.t. mengabulkan permohonan mereka. Lalu memerintahkan Malaikat maut mencabut kembali nyawa mereka.
Kemudian Allah s.w.t. melenyapkan pintu gua tanpa bekas. Dua orang bangsawan yang menunggu-nunggu segera maju mendekati gua, berputar-putar selama tujuh hari untuk mencari-cari pintunya, tetapi tanpa hasil. Tak dapat ditemukan lubang atau jalan masuk lainnya ke dalam gua.
Pada saat itu dua orang bangsawan tadi menjadi yakin tentang betapa hebatnya kekuasaan Allah s.w.t. Dua orang bangsawan itu memandang semua peristiwa yang dialami oleh para penghuni gua, sebagai peringatan yang diperlihatkan Allah kepada mereka.
Bangsawan yang beragama Islam lalu berkata: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah tempat ibadah di pintu gua itu.”
Sedang bangsawan yang beragama Nasrani berkata pula: “Mereka mati dalam keadaan memeluk agamaku! Akan ku dirikan sebuah biara di pintu gua itu.”
Dua orang bangsawan itu bertengkar, dan setelah melalui pertikaian senjata, akhirnya bangsawan Nasrani terkalahkan oleh bangsawan yang beragama Islam.
Dengan terjadinya peristiwa tersebut, maka Allah berfirman:
“Dan begitulah Kami menyerempakkan mereka, supaya mereka mengetahui bahawa janji Allah adalah benar, dan bahawa Saat itu tidak ada keraguan padanya. Apabila mereka berbalahan antara mereka dalam urusan mereka, maka mereka berkata, “Binalah di atas mereka satu bangunan; Pemelihara mereka sangat mengetahui mengenai mereka.” Berkata orang-orang yang menguasai atas urusan mereka, “Kami akan membina di atas mereka sebuah masjid.”
Sampai di situ Imam Ali bin Abi Thalib berhenti menceritakan kisah para penghuni gua. Kemudian berkata kepada pendeta Yahudi yang menanyakan kisah itu: “Itulah, hai Yahudi, apa yang telah terjadi dalam kisah mereka.
Demi Allah, sekarang aku hendak bertanya kepadamu, apakah semua yang ku ceritakan itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Taurat kalian?”
Pendeta Yahudi itu menjawab: “Ya Abal Hasan, engkau tidak menambah dan tidak mengurangi, walau satu huruf pun! Sekarang engkau jangan menyebut diriku sebagai orang Yahudi, sebab aku telah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba Allah serta Rasul-Nya. Aku pun bersaksi juga, bahwa engkau orang yang paling berilmu di kalangan ummat ini!”
Demikianlah hikayat tentang para penghuni gua (Ashhabul Kahfi), kutipan dari kitab Qishasul Anbiya yang tercantum dalam kitab Fadha ‘ilul Khamsah Minas Shihahis Sittah, tulisan As Sayyid Murtadha Al Huseiniy Al Faruz Aabaad, dalam menunjukkan banyaknya ilmu pengetahuan yang diperoleh Imam Ali bin Abi Thalib dari Rasul Allah s.a.w.
(sumber : http://www.indonesiaindonesia.com/f/87236-kisah-ashabul-kahfi-penghuni-gua-versi/
Langganan:
Postingan (Atom)